Abdul Haris Nasution | |
---|---|
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara ke-2 | |
Masa jabatan 1966–1972 | |
Presiden | |
Menteri Pertahanan dan Keamanan Indonesia ke-12 | |
Masa jabatan 10 Juli 1959 – 24 Februari 1966 | |
Presiden | Soekarno |
Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Kepala Staf Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ke-3 dan ke-5 | |
Masa jabatan 1955–1959 | |
Presiden | Soekarno |
Masa jabatan 1961–1968 | |
Presiden | Soekarno |
Kepala Staf TNI Angkatan Darat ke-2 dan ke-5 | |
Masa jabatan 27 Desember 1949 – 18 Oktober 1952 | |
Presiden | Soekarno |
Masa jabatan 1 November 1955 – 21 Juni 1962 | |
Presiden | Soekarno |
Wakil Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat Indonesia ke-1 | |
Masa jabatan 1948–1953 | |
Presiden | Soekarno |
Panglima | Soedirman |
Pendahulu Jabatan dibentuk | |
Informasi pribadi | |
Lahir | Kotanopan, Mandailing, Hindia Belanda | 3 Desember 1918
Meninggal | 6 September 2000 Jakarta, Indonesia | (umur 81)
Kebangsaan | Indonesia |
Partai politik |
|
Suami/istri | Johanna Sunarti[1] |
Anak |
|
Profesi | Tentara |
Penghargaan sipil | Pahlawan Nasional Indonesia |
Tanda tangan | |
Julukan | Pak Nas |
Karier militer | |
Pihak |
|
Dinas/cabang |
|
Masa dinas | 1941–1952 1955–1971 |
Pangkat | Jenderal Besar TNI |
NRP | 13619[2] |
Satuan | Infanteri |
Komando | Panglima Divisi Siliwangi |
Pertempuran/perang | Perang Dunia II |
Sunting kotak info • L • B |
Jenderal Besar TNI (Purn.) Dr. (H.C.)[3] Abdul Haris Nasution (3 Desember 1918 – 6 September 2000) adalah seorang jenderal berpangkat tinggi dan politikus Indonesia. Ia bertugas di militer selama Revolusi Nasional Indonesia dan ia tetap di militer selama gejolak berikutnya dari demokrasi Parlementer dan Demokrasi Terpimpin. Setelah jatuhnya Presiden Soekarno dari kekuasaan, ia menjadi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) di bawah presiden Soeharto. Lahir dari keluarga Batak Mandailing, di desa Hutapungkut, ia belajar mengajar dan mendaftar di akademi militer di Bandung.
Ia menjadi anggota Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL), tetapi setelah invasi Jepang, ia bergabung dengan Pembela Tanah Air (PETA). Setelah proklamasi kemerdekaan, ia mendaftar di angkatan bersenjata Indonesia yang masih muda, dan bertempur selama Revolusi Nasional Indonesia. Pada tahun 1946, ia diangkat menjadi komandan Divisi Siliwangi, unit gerilya yang beroperasi di Jawa Barat. Setelah revolusi nasional berakhir, ia diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat, sampai ia diskors karena keterlibatannya dalam peristiwa 17 Oktober. Ia diangkat kembali ke posisi itu pada tahun 1955.
Pada tahun 1965, terjadi percobaan kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Rumah Nasution diserang, dan putrinya terbunuh, tetapi dia berhasil melarikan diri dengan memanjat tembok dan bersembunyi di kediaman duta besar Irak. Dalam gejolak politik berikutnya, ia membantu kenaikan Presiden Soeharto, dan diangkat sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara. Ia berselisih dengan Soeharto, yang melihatnya sebagai saingan, dan dia digulingkan dari kekuasaan pada tahun 1971. Begitu ia dicopot dari posisi kekuasaan, Nasution berkembang menjadi lawan politik Rezim Orde Baru Soeharto. Meskipun ia dan Soeharto mulai berdamai pada 1990-an. Ia meninggal pada 6 September 2000 di Jakarta, setelah menderita strok dan koma. Jenazahnya dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Nasution diangkat menjadi seorang pahlawan nasional Indonesia.[4]
Nasution merupakan konseptor Dwifungsi ABRI yang disampaikan pada tahun 1958 yang kemudian diadopsi selama pemerintahan Soeharto. Konsep dasar yang ditawarkan tersebut merupakan jalan agar ABRI tidak harus berada di bawah kendali sipil, tetapi pada saat yang sama tidak boleh mendominasi sehingga menjadi sebuah kediktatoran militer.[5]
Bersama Soeharto dan Soedirman, Nasution menerima pangkat kehormatan Jenderal Besar yang dianugerahkan pada tanggal 5 Oktober 1997, saat ulang tahun ABRI.
<ref>
tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama Daftar WNI yang Menerima Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia 1959 - sekarang
<ref>
tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama Sumbogo 1997-03-08