Artikel ini mungkin terdampak dengan peristiwa terkini: Invasi Rusia ke Ukraina 2022. Informasi di halaman ini bisa berubah setiap saat. |
Tanggal | 18 Maret—21 Maret 2014 (Treaty signing to ratification) |
---|---|
Lokasi | Krimea Moskow, Rusia |
Nama lain | Incorporation of Crimea into Russia[1] Accession of Crimea to the Russian Federation[2] |
Peserta/Pihak terlibat | Russia Republik Krimea |
Hasil |
|
Ratifikasi Perjanjian Penggabungan dan lanjutannya | 21 Maret 2014 |
Finalisasi | 01 Januari 2015 |
Status | ditentang oleh Ukraina; tidak diakui oleh mayoritas anggota PBB |
Aneksasi Krimea oleh Federasi Rusia adalah proses pengambilan dengan paksa wilayah keseluruhan semenanjung Krimea oleh Rusia yang terlaksana pada tahun 2014. Banyak negara di dunia menentangnya dan menyebutnya sebagai aneksasi atau pencaplokan wilayah Krimea yang diklaim Ukraina oleh Rusia. Mulai tanggal 21 Maret 2014 Rusia memerintah Krimea sebagai dua subjek federal: Republik Krimea dan kota federal Sevastopol.
Penggabungan ini terjadi pada puncak kritis dalam Krisis Krimea 2014 yang disebabkan oleh intervensi militer Rusia di Republik Otonom Krimea dan Kota Sevastopol pada bulan Maret 2014. Kedua daerah ini sebelumnya merupakan bagian administrasi Ukraina. Pasukan bertopeng hijau tanpa penanda, yang diidentifikasi sebagai militer Rusia oleh banyak sumber internasional, menduduki gedung Majelis Tinggi Krimea,[3][4] yang mengakibatkan diangkatnya sebuah pemerintahan pro Rusia pimpinan Aksyonov di Krimea, Proklamasi Kemerdekaan Republik Krimea dan pengadaan sebuah referendum yang tidak sesuai dengan Undang-undang Dasar Krimea, dan disebut oleh seorang wartawan BBC News yang bernama John Simpson sebagai sebuah kudeta yang "luar biasa, cepat, dan sebagian besar tanpa pertumpahan darah".[5]
Peristiwa ini banyak mengundang kontroversi di banyak kalangan dunia internasional dan dikecam oleh banyak pemimpin dunia pula, begitu pula oleh NATO, yang menganggapnya sebagai sebuah pencaplokan ilegal wilayah Ukraina. Hal ini dianggap bertentangan dengan Memorandum Budapes 1994 mengenai kedaulatan dan keutuhan wilayah Ukraina yang telah ditandatangani Rusia.[6] Selain itu, Pemerintahan Yatsenyuk yang saat itu bertanggung-jawab atas urusan dalam negeri Ukraina menegaskan bahwa dalam proses ini ada tujuh pasal dari Konstitusi Ukraina yang dilanggar, termasuk kewajiban Krimea untuk meminta pemulihan dari Ukraina sebelumnya, sebelum diberikan hak resmi untuk melaksanakan proses yang melampaui hak politik dalam hal ini.
Di sisi lain, Rusia mengecam keras bahwa proses integrasi ini dicap sebagai "pencaplokan", karena hal ini "menghina penduduk Semenanjung Krimea",[7] dan menganggap proses ini sebagai integrasi Republik Krimea yang merdeka setelah Krimea dan Sevastopol bergabung dan lalu meminta izin untuk masuk ke Rusia sesuai dengan pemilihan rakyat, yang menurut pendapat Rusia mencerminkan keinginan rakyat bergabung dengan negara yang lebih besar. Ukraina membantah hal ini, karena tidak mengakui kemerdekaan Republik Krimea atau integrasi tersebut dengan Rusia sebagai hal yang sah secara hukum.[8] Sesi Umum PBB juga menolak pemilihan dan aneksasi ini, lalu menyetujui sebuah resolusi yang tidak mengikat yang menekankan "keutuhan wilayah Ukraina sesuai dengan perbatasan-perbatasannya yang diakui secara internasional".[9][10]
Before dawn on Feb. 27, at least two dozen heavily armed men stormed the Crimean parliament building and the nearby headquarters of the regional government, bringing with them a cache of assault rifles and rocket propelled grenades. A few hours later, Aksyonov walked into the parliament and, after a brief round of talks with the gunmen, began to gather a quorum of the chamber’s lawmakers.
Only a week after gunmen planted the Russian flag on the local parliament, Aksyonov and his allies held another vote and declared parliament was appealing to Putin to annex Crimea