Bagian dari seri artikel mengenai |
Energi berkelanjutan |
---|
Ikhtisar |
Penghematan energi |
Energi terbarukan |
Transportasi berkelanjutan |
Bagian dari seri |
Energi terbarukan |
---|
Bahan bakar hayati (bahasa Inggris: Biofuel) adalah setiap bahan bakar baik padatan, cairan ataupun gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Bahan bakar hayati dapat dihasilkan secara langsung dari tanaman atau secara tidak langsung dari limbah industri, komersial, domestik atau pertanian. Ada tiga cara untuk pembuatan bahan bakar hayati: pembakaran limbah organik kering (seperti buangan rumah tangga, limbah industri dan pertanian); fermentasi limbah basah (seperti kotoran hewan) tanpa oksigen untuk menghasilkan biogas (mengandung hingga 60 persen metana), atau fermentasi tebu atau jagung untuk menghasilkan alkohol dan ester; dan energi dari hutan (menghasilkan kayu dari tanaman yang cepat tumbuh sebagai bahan bakar).
Proses fermentasi menghasilkan dua jenis bahan bakar hayati: alkohol dan ester. Bahan-bahan ini secara teori dapat digunakan untuk menggantikan bahan bakar fosil, tetapi karena kadang-kadang diperlukan perubahan besar pada mesin, bahan bakar hayati biasanya dicampur dengan bahan bakar fosil. Uni Eropa merencanakan 5,75 persen etanol yang dihasilkan dari gandum, bit, kentang, atau jagung ditambahkan pada bahan bakar fosil pada tahun 2010 dan 20 persen pada 2020. Sekitar seperempat bahan bakar transportasi di Brasil tahun 2002 adalah bioetanol.
Bahan bakar hayati menawarkan kemungkinan memproduksi energi tanpa meningkatkan kadar karbon di atmosfer karena berbagai tanaman yang digunakan untuk memproduksi bahan bakar hayati mengurangkan kadar karbondioksida di atmosfer, tidak seperti bahan bakar fosil yang mengembalikan karbon yang tersimpan di bawah permukaan tanah selama jutaan tahun ke udara. Dengan begitu bahan bakar hayati lebih bersifat carbon neutral dan sedikit meningkatkan konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer (meski timbul keraguan apakah keuntungan ini bisa dicapai di dalam praktiknya). Penggunaan bahan bakar hayati mengurangkan pula ketergantungan pada minyak bumi serta meningkatkan keamanan energi.[1]
Ada dua strategi umum untuk memproduksi bahan bakar hayati. Strategi pertama adalah menanam tanaman yang mengandung gula (tebu, bit gula, dan sorgum manis[2]) atau tanaman yang mengandung pati atau polisakarida (jagung), lalu menggunakan fermentasi ragi untuk memproduksi etil alkohol. Strategi kedua adalah menanam berbagai tanaman yang kadar minyak sayur atau nabatinya tinggi seperti kelapa sawit, kedelai, alga, atau jatropha. Saat dipanaskan, maka kekentalan minyak nabati akan berkurang dan bisa langsung dibakar di dalam mesin diesel, atau minyak nabati bisa diproses secara kimia untuk menghasilkan bahan bakar seperti biodiesel. Kayu dan produk-produk sampingannya bisa diubah menjadi bahan bakar hayati seperti gas kayu, metanol atau bahan bakar etanol.