Feminisme lesbian adalah gerakan budaya dan sudut pandang kritis yang mengajak perempuan untuk memusatkan energi mereka kepada perempuan lain daripada laki-laki, dan sering kali menganjurkan lesbianisme sebagai konsekuensi logis feminisme.[1] Beberapa pemikir dan aktivis feminisme lesbian adalah Charlotte Bunch, Rita Mae Brown, Adrienne Rich, Audre Lorde, Marilyn Frye, Mary Daly, Sheila Jeffreys, Barbara Smith, Pat Parker, Margaret Sloan-Hunter, Cheryl Clarke, Gloria Anzaldua, Cherrie Moraga, dan Monique Wittig (walaupu Wittig lebih terkait dengan kemunculan teori queer).
Gagasan feminisme lesbian muncul pada awal tahun 1970-an akibat ketidakpuasan terhadap feminisme gelombang kedua dan gerakan pembebasan gay.[2][3]
Menurut feminis lesbian Sheila Jeffreys, "feminisme lesbian muncul akibat dua perkembangan: lesbian di dalam WLM (Women's Liberation Movement, bahasa Indonesia: Gerakan Pembebasan Wanita) mulai membentuk politik lesbian feminis yang baru dan terpisah, dan lesbian di dalam GLF (Gay Liberation Front, bahasa Indonesia: Barisan Pembebasan Gay) yang keluar untuk bergabung dengan saudara-saudara perempuan mereka".[4]
Gerakan feminisme lesbian warna kulit juga muncul sebagai tanggapan terhadap pemikiran feminisme lesbian yang gagal memasukkan isu kelas dan ras sebagai sumber penindasan selain heteroseksualitas.