Historiografi

Relief kapal bercadik pada Candi Borobudur membentuk dan mendukung narasi Indonesia sebagai bangsa maritim sejak lampau.
Peristiwa penangkapan Pangeran Diponegoro merupakan peristiwa penting dalam sejarah Indonesia yang membentuk penulisan sejarah pada saat Indonesia modern.

Historiografi adalah kajian mengenai metode sejarawan dalam penulisan dan pengembangan sejarah sebagai disiplin ilmiah. Bentuknya berupa setiap karya sejarah mengenai topik tertentu. Historiografi tentang topik khusus melingkupi cara kerja sejarawan dalam mengkaji topik tersebut dengan menggunakan sumber, teknik, dan pendekatan teoretis tertentu. Para sarjana telah mendiskusikan historiografi dengan topik – seperti "historiografi Indonesia", "Historiografi Islam awal", "Historiografi Tiongkok"– serta berbagai pendekatan dan aliran, seperti sejarah politik dan sejarah sosial. Sejak abad ke-19, dengan bangkitnya sejarah akademis, mulai berkembang bentuk literatur historiografi. Sejauh mana sejarawan dipengaruhi oleh kelompok dan loyalitas mereka sendiri– seperti kepada negara bangsanya - menjadi permasalahan yang diperdebatkan.[1][2]

Histografi disampaikan sebagai hasil penyusunan imajinasi tentang masa lampau sesuai dengan jejak-jejak atau fakta yang ada. Penulisan historiografi memerlukan kemahiran dalam seni menulis. Kebebasan menulis dibatasi oleh sejumlah ketentuan akademis yang berlaku dan sikap kehati-hatian untuk menghindari penyampaian yang melebihi fakta.[3] Sumber penulisan naskah di dalam historiografi dibagi menjadi sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer merupakan sumber informasi yang diciptakan pada waktu kejadian berlangsung, sedangkan sumber sekunder merupakan karya historis yang dibuat berdasarkan sumber-sumber primer.[4]

Ketertarikan penelitian sejarawan berubah sepanjang waktu, dan telah ada pergeseran jauh dari diplomasi, ekonomi, dan politik tradisional menuju pendekatan yang lebih baru, khususnya sosial dan sejarah budaya. Sejak 1975 sampai 1995, proporsi profesor sejarah di universitas Amerika yang diidentifikasi dengan sejarah sosial naik dari 31 ke 41 persen, sedangkan proporsi sejarawan politik menurun dari 40 ke 30 persen.[5] Pada 2007, dari 5.723 fakultas di departemen sejarah di universitas Britania, 1.644 (29%) mengidentifikasi dirinya dengan sejarah sosial dan 1.425 (25%) mengidentifikasi dirinya dengan sejarah politik.[6]

  1. ^ Marc Ferro, The Use and Abuse of History: Or How the Past Is Taught to Children (2003).
  2. ^ STKIP Pangeran Dharma Kusuma Indramayu; Iryana, Wahyu (2017-06-20). "HISTORIOGRAFI ISLAM DI INDONESIA". Al-Tsaqafa: Jurnal Ilmiah Peradaban Islam. 14 (1): 141–160. doi:10.15575/al-tsaqafa.v14i1.1797. 
  3. ^ Wilaela 2016, hlm. 33.
  4. ^ Irwanto dan Syair 2014, hlm. 58.
  5. ^ Diplomasi turun dari 5% ke 3%, dan sejarah budaya naik dari 14% ke 16%. Berdasarkan jumlah profesor purna waktu di departemen sejarah Amerika Serikat. Stephen H. Haber, David M. Kennedy, dan Stephen D. Krasner, "Brothers under the Skin: Diplomatic History and International Relations", International Security, Vol. 22, No. 1 (Summer, 1997), pp. 34–43 at p. 42 online at JSTOR
  6. ^ See "Teachers of History in the Universities of the UK 2007 – listed by research interest" Diarsipkan 2006-05-30 di Wayback Machine.

Developed by StudentB