Hukum di Indonesia menganut sistem hukum campuran hukum Romawi-Belanda, hukum agama dan hukum adat mempunyai Kontribusi awal terhadap Pengembangan Hukum di Indonesia yang terdiri dari sistem hukum Eropa Kontinental (Hukum sipil (sistem hukum)).[1][2] Keseluruhan hukum tersebut dimuat dan diatur dalam Peraturan perundang-undangan Indonesia di Indonesia.[3]
Pengertian dari pada hukum tentunya tidaklah terbatas, pengertian hukum sangat luas. Namun penulis hanya sedikit menuliskan pengertian hukum menurut Hans Kelsen, ia menjelaskan bahwa hukum adalah sebagai gejala normatif, hukum sebagai gejala sosial. Hukum adalah tata aturan (order) sebagai suatu sistem aturan-aturan (rules) tentang perilaku manusia, sistem terpenting dalam hukum yakni melaksanakan rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik[2]. Sementara korupsi itu sendiri secara umum adalah penyalahgunaan wewenang yang ada pada pejabat pemerintahan atau pegawai wiraswasta demi keuntungan pribadi, keluarga, dan teman atau kelompoknya. Korupsi berasal dari kata “latin corrumpere atau corruptus” yang diambil dari kata hafila adalah penyimpangan dari kesucian (profanity), tindakan korupsi di katakan perbuatan tidak bermoral, kebejatan, kebusukan, kerusakan, ketidak jujuran, atau kecurangan. Dengan demikian korupsi memiliki konotasi adanya tindakan-tindakan hina, fitnah, tindak pidana korupsi, kejahatan berat yang diancam hukuman mati atau hal-hal buruk lainnya. Bahasa Eropa barat kemudian mengadopsi kata ini dengan sedikit modifikasi; Inggris: corruption, Prancis: coruption, Belanda: korrupte. Dan akhirnya dari bahasa Belanda terdapat penyesuaian ke bahasa Indonesia menjadi korupsi.[4][5]
Hukum perdata dan Hukum pidana di Indonesia umumnya berbasis pada sistem hukum Eropa, khususnya hukum Romawi-Belanda, karena aspek sejarah Indonesia yang merupakan bekas wilayah jajahan Belanda yang bernama Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie) selama ratusan memberi pengaruh atas sistem peradilan di Indonesia. Sementara itu, hukum agama, terutama Syariat Islam, juga diterapkan hingga taraf tertentu dalam hukum positif di Indonesia karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut agama Islam. Hukum syariat Islam di Indonesia umumnya hanya mengikat pada umat Muslim dan lebih banyak mengatur aspek-aspek hukum perdata, seperti dalam bidang perkawinan, kekeluargaan, dan warisan. Selain itu, Indonesia juga menganut sistem hukum adat, hukum umum yang dimuat dalam perundang-undangan atau yurisprudensi,[6] yang merupakan bentuk hukum tertulis dari aturan-aturan masyarakat dan adat, budaya setempat yang ada di wilayah Indonesia.