Iman dalam Kekristenan adalah suatu keyakinan sentral yang diajarkan oleh Yesus sendiri dalam kaitannya dengan injil (Kabar Baik).[1] Menurut Yesus, iman merupakan suatu tindakan percaya dan penyangkalan diri sehingga orang tidak lagi mengandalkan kebijaksanaan dan kekuatannya sendiri tetapi melekatkan diri pada kuasa dan perkataan dari Dia yang ia percayai.[2][3] Sejak Reformasi Protestan, pengertian dari istilah ini telah menjadi suatu objek dari ketidaksepakatan teologis utama dalam Kekristenan Barat. Sebagian besar dari perbedaan tersebut telah diatasi dalam Deklarasi Bersama tentang Doktrin Pembenaran (1999).
Beberapa definisi dalam sejarah teologi Kristen mengikuti rumusan biblika dalam Ibrani 11:1: "dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat".[4] Seperti halnya agama Abrahamik yang lain, iman mencakup suatu keyakinan akan keberadaan Allah, akan realitas dari suatu ranah transenden bahwa Allah memerintah secara imanen sebagaimana dalam kerajaan-Nya, dan akan kemurahan hati dari kehendak Allah atau rencana Allah bagi umat manusia.
Kekristenan berbeda dengan agama Abrahamik lainnya karena berfokus pada ajaran-ajaran Yesus, kedudukan-Nya sebagai Kristus yang dinubuatkan, termasuk keyakinan akan 'Perjanjian Baru'. Menurut kebanyakan tradisi Kristen, iman Kristen atau Kristiani mensyaratkan suatu keyakinan akan kebangkitan Yesus "dari antara orang mati", yang Dia nyatakan sebagai rencana dari Allah Bapa.[5][6]
Terdapat sejumlah perbedaan pemahaman yang tepat atas istilah "iman" di antara berbagai tradisi Kristen. Terlepas dari perbedaan-perbedaan yang ada, semua kalangan Kristen umumnya sepakat bahwa iman akan Yesus merupakan inti dari tradisi Kristen, dan bahwa iman tersebut diperlukan untuk menjadi seorang Kristen.