Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah variasi dan variabilitaskehidupan di Bumi. Keanekaragaman hayati biasanya merupakan ukuran variasi pada tingkat genetik, spesies, dan ekosistem.[1] Biodiversitas daratan (terestrial) biasanya lebih besar di sekitar khatulistiwa,[2] akibat iklim yang hangat dan produktivitas primer (aliran energi) yang tinggi.[3] Keanekaragaman hayati tidak terdistribusi secara merata di Bumi, dan paling bervariasi di daerah tropis.[4] Meskipun ekosistem hutan tropis hanya mencakup 10 persen dari permukaan Bumi, tetapi ekosistem ini memiliki sekitar 90 persen spesies yang ada di dunia.[5]Keanekaragaman hayati laut biasanya tertinggi di sepanjang pantai Samudra Pasifik bagian barat, tempat suhu permukaan laut paling tinggi, dan di pita lintang tengah di semua lautan. Keanekaragaman spesies juga dipengaruhi gradien lintang.[6] Keanekaragaman hayati umumnya cenderung mengelompok di titik panas,[7] dan telah meningkat seiring waktu,[8][9] tetapi kemungkinan akan melambat di masa depan.[10]
Perubahan lingkungan yang cepat biasanya menyebabkan kepunahan massal.[11][12][13] Lebih dari 99,9 persen dari semua spesies yang pernah hidup di Bumi, yang berjumlah lebih dari lima miliar spesies,[14] diperkirakan telah punah.[15][16] Perkiraan jumlah spesies Bumi saat ini berkisar antara 10 juta hingga 14 juta;[17] sekitar 1,2 juta spesies telah dicatat, tetapi lebih dari 86 persen di antaranya belum dideskripsikan.[18] Pada Mei 2016, para ilmuwan melaporkan bahwa diperkirakan ada 1 triliun spesies yang berada di Bumi saat ini, dan hanya seperseribu dari satu persen yang telah dideskripsikan.[19] Jumlah total pasangan basaDNA di Bumi diperkirakan 5,0 x 1037 dengan berat 50 miliar ton.[20] Sebagai perbandingan, total massabiosfer diperkirakan sebanyak 4 TtC (triliun ton karbon).[21] Pada Juli 2016, para ilmuwan mengidentifikasi satu set yang terdiri atas 355 gen dari leluhur universal terakhir (LUCA) dari semua organisme yang hidup di Bumi.[22]
Sejak kehidupan dimulai di Bumi, lima kepunahan massal besar dan beberapa peristiwa kecil telah menurunkan keanekaragaman hayati secara besar dan mendadak. Eon Fanerozoikum (540 juta tahun terakhir) ditandai dengan pertumbuhan keanekaragaman hayati yang cepat melalui letusan Kambrium, sebuah periode ketika mayoritas filumorganisme multiseluler pertama kali muncul.[35] Selama 400 juta tahun berikutnya terjadi beberapa kali kepunahan massal, yaitu hilangnya keanekaragaman hayati secara besar-besaran. Pada periode Karbon,hancurnya hutan hujan menyebabkan hilangnya kehidupan tumbuhan dan hewan.[36]Peristiwa kepunahan Perm–Trias yang berlangsung 251 juta tahun lalu merupakan kepunahan terburuk; organisme vertebrata memerlukan waktu 30 juta tahun untuk kembali pulih dari peristiwa ini.[37] Kepunahan terakhir, yaitu peristiwa kepunahan Kapur–Paleogen yang terjadi 65 juta tahun lalu, lebih menarik perhatian dibandingkan peristiwa kepunahan lainnya karena mengakibatkan kepunahan dinosaurus non-avian.[38]
Sejak munculnya manusia, pengurangan keanekaragaman hayati dan hilangnya keanekaragaman genetik terus berlangsung. Peristiwa ini dinamakan kepunahan Holosen, yaitu pengurangan yang terutama diakibatkan oleh manusia, terutama penghancuran habitat.[39] Sebaliknya, keanekaragaman hayati memberi pengaruh positif terhadap kesehatan manusia melalui berbagai cara, walaupun beberapa dampak negatifnya sedang dipelajari.[40]
^"Age of the Earth". U.S. Geological Survey. 1997. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 December 2005. Diakses tanggal 10 January 2006.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Dalrymple, G. Brent (2001). "The age of the Earth in the twentieth century: a problem (mostly) solved". Special Publications, Geological Society of London. 190 (1): 205–221. Bibcode:2001GSLSP.190..205D. doi:10.1144/GSL.SP.2001.190.01.14.
^Schopf, J. William; Kudryavtsev, Anatoliy B.; Czaja, Andrew D.; Tripathi, Abhishek B. (5 October 2007). "Evidence of Archean life: Stromatolites and microfossils". Precambrian Research. Earliest Evidence of Life on Earth. 158 (3–4): 141–155. Bibcode:2007PreR..158..141S. doi:10.1016/j.precamres.2007.04.009.