Kepresidenan Rodrigo Duterte dimulai pada tengah hari tanggal 30 Juni 2016 setelah ia dilantik sebagai Presiden Filipina ke-16 dan menggantikan Benigno Aquino III . Masa jabatannya diperkirakan akan berakhir pada tengah hari 30 Juni 2022. Leni Robredo juga mulai menjabat sebagai Wakil Presiden Filipina ke-14 pada hari yang sama, menggantikan Jejomar Binay .
Duterte adalah presiden pertama dari Mindanao dan orang tertua yang terpilih sebagai presiden Filipina.[1] Ia juga merupakan presiden Filipina pertama yang punya pengalaman di tiga cabang pemerintahan. Ia dikenal akan kiprahnya sebagai walikota Davao.
Duterte dikenal akan komentarnya yang kasar tentang perzinaan [2] dan pemerkosaan.[3][4] Ia pernah menghina pejabat dari PBB, Presiden Obama, dan Uni Eropa. Ia memiliki hubungan buruk dengan Gereja Katolik Roma, karena ia mengklaim pernah dilecekan oleh seorang pastor, dan ia juga pernah memakai istilah "anak pelacur" saat menyebut Paus yang sedang berkunjung ke Filipina dan menyebabkan kemacetan.
Pada masa pemerintahannya, Daerah Otonom Bangsamoro dibentuk setelah rakyatnya menyetujui sistem tersebut dalam sebuah referendum yang digelar tahun 2019.[5] Konflik bersenjata berlanjut di Mindanao. Setelah Marawi diduduki oleh Kelompok Maute, Duterte mendeklarasikan darurat militer di seluruh Mindanao [6] yang kemudian diperpanjang selama dua tahun hingga 2019 untuk menjaga ketertiban di pulau itu.[7]
Dalam hal hubungan luar negeri, Duterte mengamalkan kebijakan luar negeri yang independen dan berusaha meningkatkan hubungan dengan Cina dan Rusia serta menjauhkan diri dari sekutu lamanya, Amerika Serikat. Ia mengambil sikap yang lebih bersahabat terhadap Tiongkok dibandingkan dengan pendahulunya dan telah mengesampingkan kebijakan pemerintah sebelumnya yang memanfaatkan putusan arbitrase Filipina v. Tiongkok untuk menegaskan klaim Filipina di Laut Cina Selatan dan pulau-pulau yang berada di laut itu.