Kesultanan Sumbawa

Kesultanan Sumbawa

Kerajaan Samawa
1674–sekarang
Bendera Kerajaan Samawa
Bendera
Istana Dalam Loka Samawa di Kota Sumbawa Besar
Istana Dalam Loka Samawa di Kota Sumbawa Besar
Ibu kotaSumbawa Besar
Bahasa yang umum digunakanSumbawa
Agama
Islam dan Hindu
PemerintahanMonarki Kesultanan
Sultan 
• 1674–1702
Sultan Harunnurrasyid I
• 1931-1975
Sultan Muhammad Kaharuddin III
• 2011-Sekarang
Sultan Muhammad Kaharuddin IV
Sejarah 
• Berdirinya Dinasti Dewa Dalam Bawa
1674
• Bergabung dengan Indonesia
1950 sekarang
Didahului oleh
Digantikan oleh
krjKerajaan
-
Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini
Peringatan: Page using Template:Infobox country with unknown parameter "region" (pesan ini hanya ditampilkan dalam pratinjau).
Peringatan: Page using Template:Infobox country with unknown parameter "continent" (pesan ini hanya ditampilkan dalam pratinjau).
Peringatan: Page using Template:Infobox country with unknown parameter "country" (pesan ini hanya ditampilkan dalam pratinjau).

Kesultanan Sumbawa atau juga dikenal dengan Kerajaan Samawa[1] adalah salah satu dari tiga kerajaan Islam besar di Pulau Sumbawa. Wilayah kekuasaannya meliputi hampir 2/3 dari luas pulau Sumbawa.[2] Keberadaan Tana Samawa atau wilayah Sumbawa, mulai dicatat oleh sejarah sejak zaman Dinasti Dewa Awan Kuning, tetapi tidak banyak sumber tertulis yang bisa dijadikan bahan acuan untuk mengungkapkan situasi dan kondisi pada waktu itu. Sebagaimana masyarakat di daerah lain, sebagian rakyat Sumbawa masih menganut animisme dan sebagian sudah menganut agama Hindu. Baru pada kekuasaan raja terakhir dari Dinasti Awan Kuning, yaitu Dewa Maja Purwa, ditemukan catatan tentang kegiatan pemerintahan kerajaan, antara lain bahwa Dewa Maja Purwa telah menandatangani perjanjian dengan Kerajaan Gowa di Sulawesi. Perjanjian itu baru sebatas perdagangan antara kedua kerajaan kemudian ditingkatkan lagi dengan perjanjian saling menjaga keamanan dan ketertiban. Kerajaan Gowa yang pengaruhnya lebih besar saat itu menjadi pelindung Kerajaan Samawa.

Kerajaan-kerajaan: Seran, Taliwang, dan Jereweh masing-masing merupakan kerajaan vasal dari kerajaan Sumbawa. Raja Samawa yang pertama dari kerajaan (kecil) Sampar Kemulan bernama Maja Paruwa, dari dinasti Dewa Awan Kuning yang telah memeluk agama Islam. Setelah meninggal, Maja Paruwa diganti oleh Mas Cini (Dewa Mas Pemayam) putra raja selaparang.

Kemudian Mas Cini di ganti oleh Mas Goa. Mas Goa tidak lama memerintah karena pola pikir dan pandangan hidupnya masih dipengaruhi ajaran Hinduisme.

Pada tahun 1637 Mas Goa digantikan oleh putera dari saudara perempuannya, bernama Mas Bantan. Lama pemerintahannya, dari tahun 1675 s.d. 1701. Mas Bantan adalah putera Raden Subangsa, seorang pangeran dari Banjarmasin.[3] hasil pernikahan dengan saudari perempuan Mas Goa yaitu Amas Penghulu

Setelah Dewa Mas Goa di berhentikan karena dianggap telah melanggar salah satu perjanjian damai dengan Kerajaan Gowa, maka ia terpaksa disingkirkan bersama pengikut-pengikutnya, kira-kira ke wilayah Kecamatan Utan-Rhee sekarang. Ia diturunkan dari tahtanya karena mangkir dari kesepakatan pendahulunya dengan Kerajaan Gowa. Tidak disebutkan apa pelanggaran yang telah dilakukan Mas Goa, namun campur tangan Raja Gowa di Sulawesi sangat besar. Pemberhentian secara paksa ini terjadi pada tahun 1673 sekaligus mengakhiri pengaruh Dinasti Dewa Awan Kuning di Sumbawa.[4]

  1. ^ Sejarah Kerajaan Sumbawa.
  2. ^ Lalu Wacana, B.A., Drs. Abdul Wahab H. Ismail, Jaka Sumpeno, B.A. (1 Januari 1991). Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Nusa Tenggara Barat. Indonesia: Direktorat Jenderal Kebudayaan. hlm. 17. 
  3. ^ Peninggalan sejarah dan kepurbakalaan Nusa Tenggara Barat. Indonesia: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kantor Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat, Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Nusa Tenggara Barat. 1997. 
  4. ^ Alan Zuhri: Kerajaan di Sumbawa.

Developed by StudentB