Kesunanan Surakarta Hadiningrat ꦑꦱꦸꦤꦤꦤ꧀ꦯꦸꦫꦏꦂꦠꦲꦢꦶꦤꦶꦁꦫꦠ꧀ Kasunanan Surakarta Hadiningrat | |||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1745–Sekarang | |||||||||||
Lagu kerajaan: Ladrang Sri Katon[1]
| |||||||||||
Wilayah Kesunanan Surakarta sejak tahun 1830 (warna merah tua); termasuk berbagai daerah enklavenya serta wilayah Kadipaten Mangkunegaran (warna merah muda), yang merupakan wilayah vasal dari Kesunanan Surakarta.[2][3] | |||||||||||
Ibu kota | Surakarta | ||||||||||
Bahasa resmi | Jawa | ||||||||||
Agama | Islam (resmi) | ||||||||||
Pemerintahan | Monarki Kesunanan | ||||||||||
Susuhunan (Sunan) | |||||||||||
• 1745-1749 | Susuhunan Pakubuwana II | ||||||||||
• 1823-1830 | Susuhunan Pakubuwana VI | ||||||||||
• 1893-1939 | Susuhunan Pakubuwana X | ||||||||||
• 1945-2004 (1946 status diturunkan) | Susuhunan Pakubuwana XII | ||||||||||
• 2004-Petahana | Susuhunan Pakubuwana XIII | ||||||||||
Patih Dalem (Mantrimuka) | |||||||||||
• 1742-1755 (pertama) | KRA. Pringgalaya | ||||||||||
• 1945-1946 (terakhir) | KRMT. Yudhanagara | ||||||||||
Sejarah | |||||||||||
• Hadeging Nagari Surakarta Hadiningrat | 20 Februari 1745 | ||||||||||
• Pendirian Daerah Istimewa Surakarta | 19 Agustus 1945 Sekarang | ||||||||||
• Pengundangan Penetapan Pemerintah No. 16/SD tahun 1946 (Pembekuan DIS) | 16 Juni 1946 | ||||||||||
Situs web resmi www | |||||||||||
| |||||||||||
Sekarang bagian dari | Kota Surakarta, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sragen, Kabupaten Klaten, Sebagian Kabupaten Bantul | ||||||||||
Susuhunan Surakarta | |
---|---|
Sedang berkuasa | |
Susuhunan Pakubuwana XIII sejak 10 September 2004 | |
Perincian | |
Pewaris sementara | KGPAA. Hamangkunegara Sudibya Rajaputra Narendra ing Mataram (KGPH. Purubaya) |
Penguasa pertama | Susuhunan Pakubuwana II |
Pembentukan | 1745 |
Kediaman | Keraton Surakarta Hadiningrat |
Penunjuk | Hereditas |
Kesunanan Surakarta Hadiningrat (bahasa Jawa: ꦟꦒꦫꦶꦑꦱꦸꦤꦤꦤ꧀ꦯꦸꦫꦏꦂꦠꦲꦢꦶꦤꦶꦁꦫꦠ꧀; Nagari Kasunanan Surakarta Hadiningrat) adalah sebuah kerajaan di Pulau Jawa bagian tengah yang berdiri pada tahun 1745, yang merupakan penerus dari Kesultanan Mataram yang beribu kota di Kartasura dan selanjutnya berpindah di Surakarta. Pada tahun 1755, sebagai hasil dari Perjanjian Giyanti yang disahkan pada tanggal 13 Februari 1755 antara VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) dengan Pangeran Mangkubumi,[4][5] disepakati bahwa wilayah Mataram dibagi menjadi dua pemerintahan, yaitu Surakarta dan Yogyakarta.[6]
Semula, sejak tahun 1745 hingga peristiwa Palihan Nagari pada tahun 1755, Kesunanan Surakarta yang beribu kota di Surakarta merupakan kelanjutan dari Kesultanan Mataram yang sebelumnya berkedudukan di Kartasura, baik dari segi wilayah, pemerintahan, maupun kedudukan penguasanya. Kemudian, berlakunya Perjanjian Giyanti dan diadakannya Pertemuan Jatisari pada tahun 1755 menyebabkan terpecahnya Kesunanan Surakarta menjadi dua kerajaan; kota Surakarta tetap menjadi pusat pemerintahan sebagian wilayah Kesunanan Surakarta dengan rajanya yaitu Susuhunan Pakubuwana III,[7] sedangkan sebagian wilayah Kesunanan Surakarta yang lain diperintah oleh Sultan Hamengkubuwana I yang berkedudukan di kota Yogyakarta, dan wilayah kerajaannya kemudian disebut sebagai Kesultanan Yogyakarta. Keraton dan kota Yogyakarta sendiri baru dibangun pada 1755, dengan pola tata kota yang sama dengan Surakarta yang lebih dulu berdiri. Adanya Perjanjian Salatiga tanggal 17 Maret 1757 turut memperkecil wilayah Kesunanan, dengan diberikannya sebagian daerah apanase di dalam wilayah Nagara Agung (wilayah inti di sekitar ibu kota kerajaan) kepada pihak Raden Mas Said yang kemudian bergelar Adipati Mangkunegara I.[8]
Sejak tahun 1755 itulah, Kesunanan Surakarta bersama dengan Kesultanan Yogyakarta dianggap sebagai pengganti dan penerus Kesultanan Mataram, karena raja-rajanya merupakan kelanjutan dan keturunan raja-raja Mataram. Setiap raja Kesunanan Surakarta bergelar susuhunan atau sunan, sedangkan raja Kesultanan Yogyakarta bergelar sultan.