Kleptokrasi (berasal dari bahasa Yunani: kleptes (pencuri) dan kratos (kuasa), kleptokrasi ("pemerintahan") adalah istilah yang mengacu kepada penggunaan demokrasi untuk membentuk pemerintahan yang menyalahgunakan kekayaan dan lahan yang dimiliki publik untuk kepentingan diri atau kelompoknya sendiri, biasanya dalam bentuk keuangan pemerintahan, terutama pajak, yang dampaknya hanya dinikmati oleh segelintir orang. [1] [2][3] Pemerintahan ini umumnya tidak jauh dari praktik-praktik korupsi dan kriminalisasi.
Kleptokrasi berbeda dengan plutokrasi (pemerintahan oleh orang kaya) atau oligarki (pemerintahan oleh sebagian kecil elit. Dalam kleptokrasi, politisi memperkaya dirinya sendiri melalui cara-cara yang dirahasiakan, dengan cara melanggar hukum, seperti sogok, korupsi, dan bayaran tertentu dari pelobi dan perusahaan, atau mengarahkan pembiayaan negara untuk diri dan rekan-rekan sejawatnya. Kleptokrasi juga sering mengirimkan keuntungan finansial yang didapat ke luar negeri, untuk mengantisipasi jika di masa depan kehilangan kekuasaan. [4]
Contoh penting termasuk mantan presiden otoriter Indonesia Soeharto[5]dan mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak yang terpidana. Pada Juli 2020, Najib dinyatakan bersalah atas tuduhan korupsi terkait skandal 1MDB.[6]