Konflik etnis atau perang etnis adalah sebuah konflik bersenjata (violent) maupun tidak (non-violent) antar kelompok etnis dikarenakan politik, sosial, ekonomi, agama atau kompetisi mendapatkan tujuan tertentu.[1] Konflik tersebut kontras dengan perang saudara di mana hanya sebuah negara atau kelompok etnis tunggal yang bertarung satu sama lain dan peperangan reguler di mana dua negara berdaulat atau lebih (baik yang merupakan atau bukan merupakan negara kebangsaan) berkonflik.
Contoh peran etnis sejak 1990an yang disebabkan oleh gerakan sekesionis yang mengakibatkan perpecahan negara multi-etnis berdasarkan pada garis etnis: Peperangan Yugoslavia, Perang Chechen Pertama, Perang Nagorno-Karabakh, Perang Saudara Rwanda, Perang di Darfur, ketegangan pro-Rusia di Ukraina 2014, dan lain-lain.
Para akademisi umumnya membagi konflik etnis dalam salah satu dari tiga aliran: primordialis, instrumentalis atau konstruktivis. Perdebatan intelektual juga terfokus pada masalah konflik etnis yang lebih membengkak sejak akhir Perang Dingin, dan cara-cara untuk menyelesaikan konflik, serta instrumen-instrumen seperti konsokiasionalisme dan federalisasi.