Krisis Selat Sunda

Krisis Selat Sunda adalah konfrontasi yang berlangsung selama dua pekan pada bulan Agustus dan September 1964. Inggris Raya dan Indonesia melakukan konfrontasi atas jalur yang diambil oleh kapal induk Inggris HMS Victorious saat melewati Selat Sunda, selat yang memisahkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatra. Kejadian ini merupakan bagian dari Konfrontasi Indonesia-Malaysia, yakni konflik bersenjata antara Indonesia dan Malaysia selama pembentukan Malaysia sebagai negara merdeka.

Pada tanggal 27 Agustus 1964, HMS Victorious dan dua kapal penghancur yang berperan sebagai pengawal berlayar melintasi Selat Sunda, perairan internasional yang diklaim oleh Indonesia, menuju Australia. Pihak Malaysia memberikan pemberitahuan ringan mendadak tentang lewatnya kapal-kapal tersebut hanya dengan panggilan telepon dua hari sebelum jadwal, mereka juga tidak menyebutkan adanya kapal induk dalam rombongan tersebut. Pihak Indonesia tidak menerima perlakuan tersebut dan khawatir akan kemungkinan bahwa Malaysiasedang berusaha untuk memprovokasi Indonesia agar memberikan respons keras. Pada dua hari kemudian, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia memutuskan untuk melarang kapal-kapal perang tersebut kembali ke Singapura pada pertengahan September.

Relawan Indonesia di Malaysia barat daya sebelumnya baru saja melakukan pendaratan di Pontian dan Labis. Larangan yang diberikan untuk HMS Victorious dianggap sebagai penghinaan berulang terhadap martabat Malaysia. Anggota Kabinet Malaysia, khususnya Peter Thorneycroft dan Louis Mountbatten, berkeras mengirim kapal induk tersebut kembali melalui Selat Sunda, mengabaikan larangan Indonesia. Komandan angkatan laut Malaysia di Timur Jauh merasa khawatir bahwa HMS Victorious tidak akan dapat melakukan pertahanan bila melalui rute tersebut tetapi, jika kapal tersebut tidak melewati Selat Sunda kembali, Malaysia akan mengalami kekalahan besar politik baik pada skala domestik maupun internasional dan kehilangan hak-hak di jalur perairan yang penting. Situasi semakin menegang karena baik Inggris maupun Indonesia menolak untuk mengalah dan, ketika jadwal kapal induk tersebut untuk berlayar semakin mendekat, perang tampak semakin mungkin terjadi.

Pada 10 September, Indonesia memberi tawaran jalan keluar: rute alternatif melalui Selat Lombok. Malaysia mengambil tawaran ini, melegakan kedua belah pihak, dan HMS Victorious kembali melalui wilayah Indonesia dengan damai. Perang tidak terjadi dan puncak ketegangan Konfrontasi berlalu. Ancaman perang habis-habisan tidak pernah muncul kembali meskipun masih terdapat beberapa pertempuran darat besar di Borneo utara pada musim semi berikutnya. Konfrontasi menyurut pada akhir musim gugur tahun 1965. Konfrontasi tidak sempat mengalami eskalasi menjadi konflik besar dan penandatanganan kesepakatan damai dilakukan pada tahun berikutnya.


Developed by StudentB