Makedonia Μακεδονία | |||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
808 SM–168 SM | |||||||||||||||
Makedonia pada tahun 336 SM (warna jingga) | |||||||||||||||
Ibu kota | Aigai (Vergina)[1] (808–399 SM) Pela[2] (399–167 SM) | ||||||||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Makedonia Kuno Yunani Atika Yunani Koine | ||||||||||||||
Agama | Politeisme Yunani | ||||||||||||||
Pemerintahan | Monarki | ||||||||||||||
Raja (Basileus) | |||||||||||||||
• 808 SM–778 SM | Karanos | ||||||||||||||
• 179 SM–168 SM | Perseus | ||||||||||||||
Legislatif | Sinedrion | ||||||||||||||
Era Sejarah | Abad Kuno | ||||||||||||||
• Didirikan oleh Karanos | 808 SM | ||||||||||||||
512/511–493 SM | |||||||||||||||
• Menjadi wilayah Persia[3] | 492–479 SM | ||||||||||||||
359–336 SM | |||||||||||||||
335–323 SM | |||||||||||||||
323 SM | |||||||||||||||
322–275 SM | |||||||||||||||
168 SM | |||||||||||||||
Mata uang | Tetradrakhma | ||||||||||||||
Kode ISO 3166 | MK | ||||||||||||||
| |||||||||||||||
Makedonia atau Makedon (bahasa Yunani: Μακεδονία, Makedonía)[4] adalah sebuah kerajaan kuno yang terletak di pinggiran Yunani pada masa Arkais dan Klasik,[5] dan kemudian menjadi negara yang dominan di Yunani pada masa Helenistik.[6] Kerajaan ini dibentuk oleh Dinasti Argeadai, tetapi dalam sejarahnya juga pernah dikuasai oleh Dinasti Antipatridai dan Antigonidai. Kerajaan tempat tinggal orang Makedonia Kuno ini mula-mula berpusat di bagian timur laut Semenanjung Yunani,[7] yang berbatasan dengan Epiros di barat, Paionia di utara, Trakia di timur, dan Tesalia di selatan.
Sebelum abad ke-4 SM, Makedonia merupakan sebuah kerajaan kecil di luar wilayah yang didominasi oleh negara kota besar seperti Atena, Sparta, dan Tivai, dan Makedonia juga sempat tunduk kepada Akemeniyah (Persia).[3] Nasib Makedonia berubah pada masa pemerintahan seorang raja Argeadai yang bernama Filipos II (m. 359 SM – 336 SM). Filipos II mereformasi militer Makedonia salah satunya dengan memperkenalkan formasi falangs Makedonia yang dipersenjatai dengan tembiang sarissa, dan berkat reformasi ini ia dapat mengalahkan Atena dan Tivai dalam Pertempuran Kaironeia pada 338 SM. Salah satu putra Filipos II yang dikenal dengan julukan Aleksander Agung melanjutkan upaya ayahnya untuk menguasai seluruh Yunani dan ia menghancurkan kota Tivai setelah kota tersebut mencoba memberontak. Aleksander lalu berhasil menjatuhkan Kekaisaran Akemeniyah dan menaklukkan wilayah yang terbentang hingga ke Sungai Indus. Semenjak itu, seni dan sastra Yunani berkembang di wilayah-wilayah yang telah ditaklukkan, dan kemajuan dalam bidang filsafat, teknik, dan sains pun menyebar di wilayah-wilayah tersebut.
Setelah kematian Aleksander Agung pada tahun 323 SM, Perang Diadokhoi meletus akibat perebutan kekuasaan yang melibatkan para jenderal yang dahulu berperang bersama Aleksander, dan kemudian wilayah yang telah ditaklukan pun dibagi-bagi. Hal tersebut tidak membuat Makedonia kehilangan status sebagai pusat kebudayaan dan politik Yunani di kawasan Mediterania bersama dengan Mesir Ptolemaik, Kekaisaran Seleukia, dan Kerajaan Pergamon. Makedonia mulai mengalami kemunduran setelah meletusnya Peperangan Makedonia dan kebangkitan Romawi sebagai negara terkuat di kawasan Mediterania. Sesudah kemenangan Romawi dalam Perang Makedonia Ketiga pada tahun 168 SM, monarki Makedonia dibubarkan dan digantikan oleh negara-negara pengekor Romawi. Monarki sempat dipulihkan pada masa Perang Makedonia Keempat pada tahun 150–148 SM, tetapi upaya tersebut tidak berhasil dan Romawi akhirnya mendirikan provinsi Makedonia.
Raja-raja Makedonia memiliki kekuasaan absolut dan mengendalikan sumber daya negara seperti emas dan perak. Mereka mengadakan kegiatan-kegiatan penambangan untuk mencetak uang, mendanai pasukan mereka, dan pada masa Filipos II juga untuk membangun armada laut. Tidak seperti negara-negara diadokhoi yang didirikan sepeninggalan Aleksander Agung, kultus kekaisaran yang digalakkan oleh Aleksander tidak pernah diberlakukan di Makedonia, tetapi penguasa Makedonia tetap berperan sebagai imam agung kerajaan dan merupakan pendukung berbagai kultus dari dalam dan luar negeri. Wewenang raja secara teoretis dibatasi oleh lembaga militer, sementara beberapa kota di persemakmuran Makedonia dianugerahi otonomi yang besar, termasuk memiliki pemerintahan demokratis dengan majelis rakyat.