Mani | |
---|---|
مانی | |
Pengganti Petahana | |
Informasi pribadi | |
Lahir | Sekitar bulan April 216 Masehi |
Meninggal | 2 Maret 274 atau 26 Februari 277 Masehi[5] (saat berumur 57-58 atau 60-61 tahun) |
Sebab meninggal | Dihukum mati atas perintah Raja Bahram I |
Agama | Agama Mani |
Kebangsaan | Iran |
Orang tua | Pātik dan Maryam |
Kewarganegaraan | Kemaharajaan Sasani |
Karya terkenal | Kitab suci agama Mani |
Pendiri dari | Agama Mani |
Mani (𐭌𐭀𐭍𐭉/𐭬𐭠𐭭𐭩/𐮋𐮀𐮌𐮈/𐬨𐬁𐬥𐬌/𐫖𐫀𐫗𐫏, Māni dalam bahasa Persia Pertengahan; مانی, Māni dalam bahasa Persia Baru; 摩尼,Móní dalam bahasa Tionghoa; Μάνης, Manes dalam bahasa Yunani Koine dan bahasa Latin, atau Μανιχαῖος, Manikhayos dalam bahasa Yunani dan Manichaeus dalam bahasa Latin, dari nama Suryani ܡܐܢܝ ܚܝܐ, Mānī ḥayā, artinya "Mani yang hidup", lahir sekitar bulan April 216 Masehi, wafat tanggal 2 Maret 274 atau 26 Februari 277 Masehi) adalah nabi Iran[6][7][8][9] pengasas agama Mani, agama yang lebih menonjol pada Abad Kuno-Akhir.
Mani lahir di atau tidak jauh dari kota Seleukia-Ktesifon (selatan dari kota Bagdad sekarang ini) di Mesopotamia,[4] yang pada masa itu dikuasai Kemaharajaan Partia. Tujuh di antara karya-karya tulis utama Mani ditulis dalam bahasa Suryani, sementara karya tulisnya yang kedelapan, yang didarmabaktikan bagi Maharaja Sasani Syapur I, ditulis dalam bahasa Persia Pertengahan.[10] Ia wafat di kota Gondisyapur.
Ia adalah orang Iran, berdarah bangsawan Partia...
Agama Mani adalah sebuah agama sinkretis yang didakwahkan Mani, nabi asal Iran.
Menurut Fehrest, Mani termasuk nasab Arsak, baik dari pihak ayah maupun pihak ibu, setidaknya jika pembacaan al-ḥaskāniya (ayah Mani) dan al-asʿāniya (ibu Mani) masing-masing dibetulkan menjadi al-aškāniya dan al-ašḡāniya (penyunting Flügel, 1862, hlm. 49, ll. 2 & 3). Konon kabarnya leluhur ayah Mani berasal dari Hamadan dan dengan demikian mungkin saja berkebangsaan Iran (penyunting Flügel, 1862, hlm. 49, 5–6). Kompendium Tionghoa, yang menjadikan ayahnya sebagai seorang raja lokal, menerangkan bahwa ibunya berasal dari wangsa Jinsajian, yang menurut Henning adalah wangsa Kamsarakan, keluarga bangsawan Armenia yang berasal dari wangsa Arsak (Henning, 1943, hlm. 52, n. 4 = 1977, II, hlm. 115). Apakah keterangan itu adalah kebenaran, atau fiksi, atau kedua-duanya? Keterangan tersebut dianggap bernilai sejarah oleh sebagian besar sejarawan, tetapi kemungkinan bahwa darah ningrat wangsa Arsak yang mengalir di dalam tubuh Mani hanyalah legenda tidak dapat diketepikan begitu saja (bdk. Scheftelowitz, 1933, hlmn. 403–404). Bagaimanapun juga, sudah diketahui bahwa Mani memang suka membanggakan asal usulnya sebagai anak Babel, negeri yang masyhur sejak dulu kala, tetapi tidak pernah mengaku-ngaku memiliki kaitan dengan kalangan atas Iran.
Sekarang dapat kami pastikan bahwa Mani mewarisi darah Iran, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibunya.