Muawiyah bin Abu Sufyan معاوية بن أبي سفيان | |||||
---|---|---|---|---|---|
Amirul Mukminin Khalifatullah | |||||
Khalifah Kekhalifahan Umayyah ke-1 | |||||
Berkuasa | 661–26 April 680[1] | ||||
Pendahulu | Jabatan dibentuk Hasan bin Ali (sebagai khalifah sementara) | ||||
Penerus | Yazid bin Muawiyah | ||||
Gubernur Syam | |||||
Berkuasa | 639–661 | ||||
Pendahulu | Yazid bin Abu Sufyan | ||||
Penerus | jabatan dihapuskan | ||||
Kelahiran | 602 Makkah | ||||
Kematian | 22 Rajab[2] 60 H 26 April 680 (umur 77–78) Damaskus, Syiria | ||||
Pemakaman | Bab ash-Shaghir, Damaskus | ||||
Keturunan |
| ||||
| |||||
Wangsa | Umayyah (Sufyani) | ||||
Ayah | Abu Sufyan bin Harb | ||||
Ibu | Hindun binti 'Utbah | ||||
Agama | Islam |
Muawiyah bin Abu Sufyan (602 (umur -79–-78); bahasa Arab: معاوية بن أبو سفيان) atau Muawiyah I adalah khalifah yang berkuasa pada tahun 661 sampai 680. Dia merupakan salah satu sahabat Nabi dan juga merupakan saudara tiri dari Ummu Habibah Ramlah, salah satu istri dari nabi Islam Muhammad. Meski Utsman bin Affan yang sebenarnya merupakan khalifah pertama dari Bani Umayyah, Muawiyah adalah khalifah yang menjadikan Umayyah sebagai dinasti di kekhalifahan. Muawiyah merupakan khalifah pertama dari Bani Umayyah yang berasal dari garis Sufyani, sebutan untuk keturunan Abu Sufyan bin Harb.
Muawiyah memulai karier politiknya sebagai penguasa setelah ditunjuk menjadi Gubernur Syria pada 639 oleh Khalifah 'Umar bin Khattab dan membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang cakap. Salah satu capaiannya adalah pembentukan angkatan laut Muslim pertama. Pembunuhan Khalifah 'Utsman bin 'Affan pada tahun 656 dan perbedaan pendapat mengenai status pembunuhnya menjadikan terjadinya perselisihan antara pihak Muawiyah dan Khalifah 'Ali bin Abi Thalib yang berujung pada Pertempuran Shiffin. Sepeninggal 'Ali mangkat dan putranya, Hasan, melepas jabatan khalifah setelah disandang selama sekitar enam atau tujuh bulan, Muawiyah resmi menjadi khalifah pada tahun 661.
Pada masanya, Muawiyah melakukan berbagai upaya penaklukan. Pengepungan Konstantinopel pada masanya merupakan upaya penaklukan pertama Konstantinopel oleh umat Muslim. Dalam bidang pemerintahan, Muawiyah lebih mengedepankan kecakapan dan kesetiaan daripada sistem kebangsawanan lama. Secara kepribadian, Muawiyah juga termasuk Muslim yang saleh dan menjaga ibadahnya meski dia menanggung beban memimpin kekhalifahan yang wilayahnya sudah sangat luas.
Perselisihannya dengan 'Ali bin Abi Thalib, juga penunjukkan putranya untuk menjadi khalifah sepeninggalnya, merupakan tema utama yang menjadikan Muawiyah sebagai sosok yang kontroversial dalam sejarah Islam. Literatur Madinah awal dan Abbasiyah awal memiliki gambaran yang baik terkait Muawiyah, tetapi tidak demikian dengan literatur Abbasiyah pada masa belakangan yang lebih cenderung bersifat anti-Umayyah.