Negara kepulauan

Peta negara kepulauan Indonesia sesuai dengan pasal 47, ayat 9, dari Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut

Negara Kepulauan (bahasa Inggris: archipelagic state) adalah suatu istilah yang berasal dari hasil keputusan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut yang memiliki arti suatu negara pulau yang wilayahnya terdiri atas satu gugus kepulauan besar atau lebih dan dapat mencakup pulau-pulau lain.[1] Mengabadikan semua masalah ruang laut saling terkait erat dan perlu ditangani seperti Bahama, Fiji, Filipina, Indonesia, dan Papua Nugini merupakan lima wilayah yang mewakili sistem hukum, ekonomi, spektrum pembangunan sosial dan politik, 150 negara awal yang mendapatkan persetujuan dari PBB sebagai negara kepulauan dalam Konvensi Hukum Laut yang ditandatangani di Montego Bay, Jamaika pada 10 Desember 1982.[1] Pada saat pengadopsian konversi mewujudkan dalam satu instrumen dan tradisional untuk penggunaan lautan dan pada saat yang sama memperkenalkan konsep hukum baru serta menangani masalah baru, konsep hukum baru mulai berlaku sesuai dengan pasal 308 pada tanghal 16 November 1994, 12 bulan setelah tanggal Instrumen ratifikasi dan aksi keenam puluh[1].

Dalam Bab IV dari konvensi ini juga ditentukan bahwa kepulauan berarti suatu gugusan pulau-pulau yang termasuk perairan di antara gugusan pulau-pulau tersebut, dan wujud fisik lain-lain, yang hubungannya satu sama lainnya demikian eratnya sehingga gugusan pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya tersebut merupakan suatu kesatuan geografi dan politik yang hakiki, atau secara historis telah dianggap sebagai satu kesatuan. Dengan demikian untuk menentukan wilayah sebuah negara kepulauan, dapat ditarik garis dasar/pangkal lurus kepulauan yang menghubungkan titik-titik terluar pulau-pulau dan karang-karang kering terluar kepulauan ini [2]

Persetujuan PBB terhadap kelima negara kepulauan di atas juga menghormati kesepakatan yang sudah ada sebelumnya dengan negara-negara lain dan mengakui hak perikanan tradisional serta kegiatan sah lainnya dari negara-negara tetangga di beberapa daerah yang masuk ke dalam perairan negara kepulauan tersebut.[3] Syarat-syarat dari berjalannya hak dan kegiatan tersebut termasuk sifat, jangkauan, dan daerah yang berlaku, akan diatur oleh kesepakatan bilateral antara kedua negara yang bersangkutan. Kesepakatan yang dihasilkan tidak akan bisa dipindahkan atau dibagi dengan negara-negara ketiga atau penduduknya.[4]

Sejak Konvensi PBB tentang Hukum Laut III, terdapat 22 negara yang mengklaim status negara kepulauan.[5]

  1. ^ a b c "United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982". United Nations. May 13, 2013. 
  2. ^ Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut#BAB IV
  3. ^ "2 laws UNLCOS 200 and Archipelagic States to End Spratlys Disputes: THE ARCHIPELAGIC STATES". Rebuilding for the Better Philippines. May 13, 2013. 
  4. ^ "PART IV ARCHIPELAGIC STATES: Article 51 – Existing agreements, traditional fishing rights and existing submarine cables". United Nations. May 13, 2013. 
  5. ^ Lathrop, Coalter G.; Roach, J. Ashley; Rothwell, Donald R. (2019-02-07). "Baselines under the International Law of the Sea: Reports of the International Law Association Committee on Baselines under the International Law of the Sea". Brill Research Perspectives in the Law of the Sea (dalam bahasa Inggris). 2 (1-2): 102. doi:10.1163/24519359-12340005. ISSN 2451-9340. Since the conclusion of UNCLOS III and adoption of the LOSC, 22 States have sought to claim archipelagic State status. 

Developed by StudentB