Operasi Spectrum dilakukan pada 1987 oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri (DKDN) Singapura dengan menggunakan Akta Keamanan Dalam negeri (Internal Security Act - ISA). Dalam operasi keamanan ini 22 orang muda anggota Gereja Katolik Roma yang juga merupakan aktivis sosial dan professional, ditahan tanpa proses peradilan di bawah Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri. Mereka dituduh menjadi anggota komplotan Marxis yang berbahaya yang bermaksud untuk mensubversi pemerintah yang dipimpin oleh Partai Aksi Rakyat (People's Action Party – PAP) dengan paksa, dan menggantikannya dengan sebuah negara Marxis.
Terbukti kemudian bahwa beberapa orang di antara mereka diam-diam telah membantu Partai Buruh (Workers' Party) yang merupakan partai oposisi pemerintah. Setelah mereka dilepaskan, beberapa dari bekas tahanan itu menerbitkan sebuah pernyataan yang membantah penyangkalan oleh pemerintah bahwa mereka telah disiksa. Dengan segera mereka ditahan kembali. Mereka belakangan dilepaskan dengan syarat bahwa mereka menandatangani pernyataan di bawah sumpah yang isinya menolak segala sesuatu yang pernah mereka katakan dalam pernyataan pers mereka. Seorang pengacara yang berani, mantan jaksa agung Francis Seow, ikut campur untuk mewakili salah seorang tahanan yang meminta bantuan hukumnya. Ketika Seow tiba di tempat penahanan, ia sendiri pun ditahan oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri dan baru dilepaskan setelah dua bulan lebih. Ia belakangan dikenai tuduhan dan dinyatakan bersalah secara in absentia karena menghindari pembayaran pajak. Seow kini hidup di pengasingan di Amerika Serikat.
Bahkan hingga baru-baru ini, kasus komplotan Marxis ini tetap menjadi teka-teki. Para tahanan itu sendiri tidak kelihatan sesuai dengan gambaran stereotipe sebagai "agitator" yang aktivitas-aktivitasnya begitu mengganggu PAP seperti yang terjadi pada 1950-an dan 1960-an. Didorong oleh keberhasilan pemberontakan komunis di Tiongkok dan Vietnam, para tokoh kiri tua cenderung menjadi orator populis yang suka berdebat. Sebaliknya, para tahanan itu umumnya terdiri dari kaum professional yang terdidik. Malah, orang yang dituduh sebagai otak di balik komplotan ini adalah Vincent Cheng, seorang pekerjaan sosial dari Gereja Katolik Roma yang berusia 40 tahun, yang pernah belajar untuk menjadi seorang pastor. Target lainnya yang menonjol adalah seorang pengacara, Teo Soh Lung, seorang pendukung Partai Buruh, yang pernah berbenturan dengan PM Lee Kuan Yew pada suatu dengar pendapat di parlemen tentang Masyarakat Hukum pada 1986. Para tahanan lainnya termasuk pekerjaan sosial, pengacara, dan aktor.