Pelanggaran hak cipta (dikenal dengan istilah pembajakan) adalah penggunaan suatu materi yang masih dilindungi hak cipta tanpa seizin pencipta atau pemegang haknya, dalam hal ini melanggar hak eksklusif tertentu yang diberikan kepada pemegang hak cipta seperti menggandakan, mereproduksi, mendistribusikan, menampilkan atau memamerkan ciptaan, atau membuat ciptaan turunan. Pemegang hak cipta adalah pencipta, penerbit, atau pihak lain yang diberi mandat untuk memegang ciptaan tersebut. Pemegang hak cipta biasanya menggunakan standar teknologi dan hukum tertentu untuk mencegah dan menghukum pelanggar hak cipta.
Masalah ini biasanya dapat diselesaikan secara kekeluargaan, melalui penarikan dan pemusnahan bajakan, atau dibawa ke pengadilan. Pembajakan skala besar, khususnya juga melibatkan pemalsuan, dapat dituntut melalui sistem hukum pidana. Bergesernya ekspektasi publik, kemajuan teknologi digital, serta berkembangnya jangkauan Internet telah menyebabkan pelanggaran anonim meluas. Hal ini menyebabkan industri kreatif saat ini sukar berfokus untuk mengejar orang-orang yang mencari dan membagikan konten yang dilindungi hak cipta secara daring dan bebas.[butuh rujukan] Bahkan industri kreatif berkeinginan untuk meluaskan hukum ini untuk menghukum penyedia layanan dan distributor perangkat lunak yang memfasilitasi pembajakan sebagai pembajak tidak langsung.
Perkiraan dampak ekonomi dari pelanggaran hak cipta cukup bervariasi dan bergantung pada banyak faktor. Namun demikian, pemegang hak cipta, perwakilan industri, dan legislator telah lama menggolongkan pelanggaran hak cipta sebagai pembajakan atau pencurian - bahasa yang sekarang dianggap oleh beberapa pengadilan AS sebagai peyorasi atau kontroversial.[1][2]