Pemanasan global

Perbandingan suhu permukaan rata-rata selama periode 2011 sampai 2021 dengan suhu rata-rata dari 1956 sampai 1976.

Pemanasan global (bahasa Inggris: global warming; juga disebut perubahan iklim atau krisis iklim[1]) adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata udara, atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Periode perubahan iklim juga pernah terjadi di masa lalu, namun perubahan iklim yang terjadi pada saat ini jauh lebih cepat dan bukanlah dikarenakan oleh sebab-sebab alamiah.[2] Penyebab utama yang menimbulkan pemanasan iklim pada saat ini ialah pencemaran gas rumah kaca, terutama karbon dioksida (CO2) dan metana. Pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, bensin, dan solar untuk produksi energi ialah pemasok terbesar dari pencemaran ini. Beberapa faktor tambahan lainnya ialah seperti sejumlah praktik pertanian tertentu, proses industri, dan penggundulan hutan.[3] Karena sifatnya yang transparan, gas rumah kaca dapat ditembus oleh sinar matahari sehingga memanaskan permukaan Bumi. Namun ketika gelombang ultraviolet dari sinar matahari diserap lalu dipancarkan kembali oleh permukaan bumi menjadi radiasi inframerah, gas-gas rumah kaca tersebut menyerapnya, memerangkap panas di sekitar permukaan bumi dan menyebabkan pemanasan global.

Akibat perubahan iklim, gurun pasir meluas, sementara gelombang panas dan kebakaran liar menjadi lebih umum.[4] Peningkatan pemanasan di Kutub Utara telah berkontribusi pada mencairnya tanah es yang sebelumnya selalu membeku, mundurnya glasial, dan hilangnya es laut.[5] Suhu yang lebih tinggi juga menyebabkan badai yang lebih intens, kekeringan, dan cuaca ekstrem lainnya.[6] Perubahan lingkungan yang cepat di pegunungan, terumbu karang, dan Kutub Utara memaksa banyak spesies untuk pindah atau punah.[7] Perubahan iklim mengancam manusia dengan kelangkaan air dan makanan, peningkatan banjir, panas yang ekstrem, lebih banyak penyakit, dan kerugian ekonomi. Migrasi manusia dan konflik dapat terjadi sebagai akibatnya.[8] Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut perubahan iklim sebagai ancaman terbesar bagi kesehatan global di abad ke-21.[9] Bahkan jika upaya untuk meminimalisir pemanasan di masa depan berhasil, beberapa efek akan terus berlanjut selama berabad-abad. Ini termasuk kenaikan permukaan laut, dan lautan yang lebih hangat dan dengan pH yang lebih asam.[10]

Banyak dari dampak-dampak ini telah dirasakan pada tingkat pemanasan 1,2 °C saat ini. Peningkatan pemanasan lebih lanjut akan memperbesar dampak-dampak ini dan dapat memicu terjadinya titik kritis, seperti mencairnya lapisan es Greenland.[11] Di bawah Persetujuan Paris pada tahun 2015, negara-negara secara kolektif sepakat untuk menjaga agar pemanasan tetap "berada di bawah 2 °C". Namun, dengan komitmen yang dibuat di bawah persetujuan tersebut, pemanasan global masih akan mencapai sekitar 2,7 °C pada akhir abad ini.[12] Membatasi pemanasan hingga 1,5 °C akan membutuhkan pengurangan separuh dari tingkat emisi karbon pada tahun 2030 dan mencapai netralitas karbon pada tahun 2050.[13]

Melakukan pengurangan emisi secara signifikan akan memerlukan peralihan dari pembakaran bahan bakar fosil dan menuju penggunaan listrik yang dihasilkan dari sumber rendah karbon. Hal ini termasuk menghentikan secara bertahap pembangkit listrik tenaga batu bara, meningkatkan penggunaan angin, matahari, dan jenis energi terbarukan lainnya, serta mengambil langkah-langkah untuk mengurangi penggunaan energi. Listrik perlu menggantikan bahan bakar fosil untuk menggerakkan transportasi, memanaskan ataupun mendinginkan bangunan, dan mengoperasikan fasilitas industri.[14][15] Karbon juga dapat dihilangkan dari atmosfer, misalnya dengan meningkatkan cakupan hutan dan dengan bertani dengan metode menangkap karbon dalam tanah.[16] Meskipun umat manusia dapat beradaptasi terhadap perubahan iklim melalui upaya-upaya seperti perlindungan garis pantai yang lebih baik, namun langkah-langkah tersebut tidak dapat mencegah risiko dari dampak yang parah, meluas, dan permanen.[17]

  1. ^ Sindo, Koran (2019-08-14). "Gas Rumah Kaca Capai Rekor Tertinggi". today.line.me. Diakses tanggal 2022-04-14. 
  2. ^ IPCC SR15 Ch1 2018, hlm. 54
  3. ^ Our World in Data, 18 September 2020
  4. ^ IPCC SRCCL 2019, hlm. 7; IPCC SRCCL 2019, hlm. 45
  5. ^ IPCC SROCC 2019, hlm. 16
  6. ^ IPCC AR6 WG1 Ch11 2021, hlm. 1517
  7. ^ EPA (19 January 2017). "Climate Impacts on Ecosystems". Diarsipkan dari versi asli tanggal 27 January 2018. Diakses tanggal 5 February 2019. Mountain and arctic ecosystems and species are particularly sensitive to climate change... As ocean temperatures warm and the acidity of the ocean increases, bleaching and coral die-offs are likely to become more frequent. 
  8. ^ Cattaneo et al. 2019; UN Environment, 25 October 2018.
  9. ^ IPCC AR5 SYR 2014, hlm. 13–16; WHO, Nov 2015: "Climate change is the greatest threat to global health in the 21st century. Health professionals have a duty of care to current and future generations. You are on the front line in protecting people from climate impacts – from more heat-waves and other extreme weather events; from outbreaks of infectious diseases such as malaria, dengue and cholera; from the effects of malnutrition; as well as treating people that are affected by cancer, respiratory, cardiovascular and other non-communicable diseases caused by environmental pollution."
  10. ^ IPCC SR15 Ch1 2018, hlm. 64
  11. ^ IPCC AR6 WG1 Technical Summary 2021, hlm. 71
  12. ^ United Nations Environment Programme 2021, hlm. 36
  13. ^ IPCC SR15 Ch2 2018, hlm. 95–96; IPCC SR15 2018, hlm. 17, SPM C.3; Rogelj et al. Riahi; Hilaire et al. 2019
  14. ^ United Nations Environment Programme 2019, hlm. xxiii, Table ES.3; Teske, ed. 2019, hlm. xxvii, Fig.5.
  15. ^ United Nations Environment Programme 2019, Table ES.3 & p. 49; NREL 2017, hlm. vi, 12
  16. ^ IPCC SRCCL Summary for Policymakers 2019, hlm. 18
  17. ^ IPCC AR5 SYR 2014, hlm. 17, SPM 3.2

Developed by StudentB