Walaupun ukuran fisiknya yang kecil, bukanlah alasan bagi Singapura untuk tidak bisa membagi wilayah negaranya menjadi subdivisi nasional dalam bentuk provinsi dan wilayah politik nasional lainnya yang biasa ditemukan di beberapa negara besar lainnya, meskipun dalam sepanjang sejarah sebuah negara kota dibagi dengan tujuan untuk mengatur pemerintahan di tingkat daerah dan perencanaan tata kota.
Berdasarkan sejarahnya, pembagian subdivisi ini berdasarkan pada wilayah per kabupaten, terutama pada masa penjajahan. Ketika pemilu lokal berlangsung terbentuklah peraturan yang mengharuskan masing-masing daerah pemilihan untuk melengkapi setiap kabupaten agar membentuk pemerintahan daerah alternatif disetiap daerah pemilihannya, di mana selanjutnya setiap pemimpin wilayah tersebut nantinya menjadi anggota parlemen yang akan mewakili dan berbicara untuk daerah masing-masing.
Pada tahun 1990-an, Urban Redevelopment Authority membagi negara itu menjadi 55 kawasan perencanaan. Batas ini diterima sebagai metode alternatif pembagian wilayah negara, hal ini lebih baik jika dibandingkan pembagian wilayah per kabupaten pada saat pemilu dahulu. Metode batas wilayah ini diadopsi Departemen Statistik Singapura untuk melakukan sensus terbaru terhadap 2000 penduduk nasional, sedangkan Kepolisian Singapura menggunakannya sebagai panduan membuat garis keamanan dan penempatan markas polisi di setiap daerah, namun hal ini bertentangan dengan sistem yang dilaksanakan pada era pemilu.