Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
1958–1961 | |||||||
Operasi militer TNI Angkatan Laut terhadap PRRI di Sumatera Tengah tahun 1958 | |||||||
Status | Pemerintah revolusioner yang tidak diakui | ||||||
Ibu kota | Padang | ||||||
Bahasa | Indonesia | ||||||
Pemerintahan | Republik parlementer | ||||||
Perdana Menteri | |||||||
• 1958–1961 | Sjafruddin Prawiranegara | ||||||
Era Sejarah | Perang Dingin | ||||||
• Didirikan | 17 Februari 1958 | ||||||
• Dibubarkan | 28 September 1961 | ||||||
| |||||||
Sekarang bagian dari | Indonesia | ||||||
Bagian dari seri mengenai |
---|
Sejarah Indonesia |
Garis waktu |
Portal Indonesia |
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (biasa disingkat dengan PRRI) merupakan gerakan oposisi pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat yang melahirkan pemerintah tandingan pada 15 Februari 1958. Gerakan ini didahului oleh keluarnya ultimatum Piagam Perjuangan untuk Menyelamatkan Negara dari Dewan Perjuangan yang dipimpin oleh Ahmad Husein di Padang, Sumatera Barat, Indonesia.
PRRI berawal dari tuntutan tokoh militer dan sipil Sumatra Tengah mengenai otonomi daerah dan desentralisasi. Ahmad Husein mendeklarasikan PRRI pada 15 Februari 1958 setelah merasa pemerintah tidak proaktif menanggapi tuntutan tersebut. Pemerintah pusat melihat PRRI sebagai sebuah gerakan separatisme dan menumpasnya dengan pengerahan kekuatan militer terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah militer Indonesia. PRRI yang tidak bersiap untuk perang terpaksa menghadapi operasi militer tersebut.[1]
Operasi militer untuk menumpas PRRI memakan banyak korban di pihak PRRI. Jumlah korban akibat konflik PRRI yang singkat jauh lebih besar daripada korban perang dengan Belanda pada zaman Revolusi Nasional Indonesia.[2] Selain itu, banyak yang tak terlibat PRRI dibunuh dan menjadi korban kekerasan seperti penyiksaan, perampokan, dan pemerkosaan.[3][4][5]
Pasca-PRRI, orang Minang menerima pukulan kejiwaan yang keras; dulu berada di barisan terdepan dalam perjuangan kemerdekaan nasional tetapi kini dicap sebagai pemberontak separatis. PRRI menandai tamatnya riwayat Partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia. Kedua partai tersebut dibubarkan oleh Presiden Soekarno karena dianggap terlibat dalam PRRI. Sementara itu, pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI) makin menguat di Sumatera Barat. Banyak pegawai negeri yang mendukung PRRI diganti dengan orang-orang komunis.[6]