Perang Aceh | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Penggambaran seniman tentang Pertempuran Samalanga pada tahun 1878 | |||||||||
| |||||||||
Pihak terlibat | |||||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||||
J.H.R. Köhler † |
Sultan Mahmud Syah[3] | ||||||||
Kekuatan | |||||||||
3.000 tentara (Ekspedisi Aceh Pertama)[3] 13.000 (Ekspedisi Aceh Kedua)[3] 12.000 tentara KNIL Eropa (1903)[2] 23.000 prajurit KNIL Indonesia[2] | 10.000–100.000 pasukan[7] | ||||||||
Korban | |||||||||
37.000 orang terbunuh (termasuk karena kolera)[2] |
60.000–70.000 orang terbunuh (termasuk akibat kolera)[2] 10.000 pengungsi[2] |
Bagian dari seri mengenai |
---|
Sejarah Indonesia |
Garis waktu |
Portal Indonesia |
Perang Aceh (bahasa Indonesia: Perang Aceh), juga dikenal sebagai Perang Belanda atau Perang Kafir (1873–1904), adalah konflik militer bersenjata antara Kesultanan Aceh dan Kerajaan Belanda yang dipicu oleh diskusi antara perwakilan Aceh dan Amerika Serikat di Singapura pada masa awal tahun 1873.[8] Perang tersebut merupakan bagian dari serangkaian konflik di akhir abad ke-19 yang mengkonsolidasikan pemerintahan Belanda atas Indonesia modern.
Kampanye ini menimbulkan kontroversi di Belanda karena foto-foto dan laporan mengenai jumlah korban tewas dilaporkan. Pemberontakan berdarah yang terisolasi terus berlanjut hingga akhir tahun 1914[1] dan bentuk perlawanan Aceh yang tidak terlalu kejam terus berlanjut hingga Perang Dunia II dan pendudukan Jepang.
<ref>
tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama Ricklefs145
<ref>
tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama Ricklefs144