Perang Ossetia Selatan 2008 | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Konflik Georgia-Ossetia dan Konflik Abkhazia–Georgia | |||||||
Foto Atas : Tank T-72 Russia di Ossetia Selatan pada 2008, Foto Bawah : Pasukan Georgia Selama Perang | |||||||
| |||||||
Pihak terlibat | |||||||
Ossetia Selatan Rusia Abkhazia Dukungan Diplomasi : Belarus Suriah Korea Utara |
Georgia Dukungan Diplomasi : Amerika Serikat Azerbaijan Ukraina Ceko | ||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||
Eduard Kokoity Mikhail Mindzaev Dmitry Medvedev Vladimir Putin Anatoliy Serdyukov Vladimir Shamanov Vyacheslav Borisov Nikolay Makarov Anatoly Khrulyov Sergei Bagapsh Mirab Kishmaria |
Mikheil Saakashvili Lado Gurgenidze Davit Kezerashvili Vakhtang Kapanadze David Nairashvili Devi Chankotadze Zaza Gogava | ||||||
Kekuatan | |||||||
Russia :
Abkhazia :
|
Georgia :
di Georgia :
di Irak :
33,000 Prajurit | ||||||
Korban | |||||||
Russia :
Abkhazia :
|
Georgia :
| ||||||
228 Warga Sipil Georgia Tewas 1,747 Warga Sipil Georgia Terluka 162 Warga Sipil Ossetia Selatan Tewas Total Korban : 732–745 Orang Tewas 3,200+ Orang Terluka |
Perang Ossetia Selatan 2008 dimulai pada Agustus 2008 setelah pertempuran antara tentara Georgia dan separatis Ossetia Selatan. Setelah setuju untuk melakukan gencatan senjata, pada 7 Agustus Georgia melancarkan operasi militer kejutan untuk merebut kota Tskhinvali, ibu kota Ossetia Selatan, sebagai respon dari serangan separatis terhadap desa di Georgia.[2][3] Pada 8 Agustus, Rusia yang bersekutu dengan separatis Ossetia Selatan, membalas dengan mengirim tentaranya masuk ke Georgia, membawa tank dan artileri ke Tskhinvali. Menurut presiden Rusia Dmitry Medvedev, tujuan Rusia adalah untuk melindungi banyak penduduk Ossetia Selatan yang memiliki status warga negara Rusia. Presiden Georgia Mikheil Saakashvili menyatakan negaranya melindungi Georgia dari agresi Rusia dan tentara Rusia mengebom penduduk Georgia.[4] Pada 10 Agustus Georgia menyatakan pasukannya telah mundur dari Ossetia Selatan dan meminta diadakannya gencatan senjata, namun pengamat menunjukkan Georgia masih melakukan serangan.[5] Pada 11 Agustus Rusia dilaporkan telah maju ke wilayah-wilayah Georgia yang tidak diperselisihkan di luar Ossetia Selatan dan Abkhazia.[6]
Pada 12 Agustus 2008, Presiden Rusia Dmitry Medvedev menemui Nicolas Sarkozy yang bertindak sebagai Presiden Uni Eropa, dan menyetujui adanya perdamaian.[7]