Al-Qur'an |
---|
Qiraah (bahasa Arab: قراءة, translit. Qirāʼah, har. 'bacaan'; pl. قراءات Qirāʼāt) atau Ilmu Qiraah adalah ilmu Al-Qur'an yang membahas perbedaan lafaz Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, baik dari segi penulisan maupun pengucapan.[1][2] Qiraah juga diartikan sebagai bentuk-bentuk linguistik, leksikal, fonetis, morfologis, atau sintaksis yang diperbolehkan dalam membaca Al-Qur'an.[3][4] Tiap qiraah umumnya memiliki perbedaan kecil dalam aturan pemanjangan, intonasi, dan pengucapan kata.[5] Namun, qiraah juga dapat berbeda dalam menentukan letak berhenti,[a] suku kata,[b] konsonan,[c] hingga perbedaan kata (sangat jarang).[d]
Qiraat yang diakui saat ini ada sepuluh, didasarkan pada bacaan imam-imam qiraah (qari, pl. qāriʾūn atau qurr'aʿ). Nama qiraah diambil dari imam-imam qiraah tersebut, seperti Nafi' al-Madani, Ibnu Katsir al-Makki, Abu Amru al-Bashri, Ibnu Amir ad-Dimasyqi, Ashim bin Abi an-Najud, Hamzah az-Zaiyyat, dan Al-Kisa'i. Para qurra' tersebut hidup pada abad ke-2 dan ke-3 keislaman, sementara ulama yang mengakui tujuh qiraat pertama, Abu Bakar bin Mujahid, hidup satu abad kemudian. Meskipun demikian, masing-masing qiraah memiliki rantai periwayatan (seperti sanad hadis) yang dapat dilacak hingga Muhammad.[2] Qiraah tersebut juga menjadi bagian dari suatu rantai periwayatan baru, yaitu diturunkan pula menjadi riwayah oleh seorang rawi.[e] Selanjutnya, riwayah diturunkan menjadi thariq (pl. thuruq), kemudian thariq diturunkan menjadi wajh (pl. wujuh).[6][8]
Qiraat berbeda dari tajwid (aturan pelafalan, intonasi, dan pemberhentian dalam bacaan Al-Qur'an). Setiap qiraat memiliki hukum tajwidnya masing-masing.[9] Qiraat disebut sebagai bacaan atau resitasi karena Al-Qur'an dahulunya diturunkan secara lisan. Meskipun ada teks tertulis yang mencatat ayat-ayat tersebut, sistem penulisan saat itu tidak mencantumkan sebagian besar suku kata dan tidak terlalu menampakkan perbedaan di antara banyak konsonan, sehingga banyak variasi bisa muncul.[10][11] Untuk saat ini, tiap-tiap qiraat sendiri telah tersedia dalam abjad Arab modern.[f] Qiraat juga harus dibedakan dengan ahruf, keduanya sama-sama didefinisikan sebagai rantai periwayatan Al-Qur'an yang tidak terputus dan dapat dilacak hingga sang Nabi.[5] Ada beberapa pendapat mengenai asal-usul ahruf dan bagaimana hubungan mereka dengan qiraat. Pendapat yang umum mengatakan bahwa Khalifah Utsman menghilangkan semua ahruf kecuali satu pada abad ke-7.[12][13] Sepuluh qiraat kemudian disahihkan oleh para ulama Muslim pada awal abad keislaman.[14]
Hingga saat ini, setelah berabad-abad lamanya perkembangan keilmuan Islam, ragam-ragam qiraat selalu "mengherankan dan membingungkan" para cendekiawan Muslim.[5] Kemudian, menurut Abu Ammaar Yasir Qadhi, qiraat bersama dengan ahruf menjadi "topik yang paling sulit" dalam studi Al-Qur'an.[15] Qiraat juga dipandang bertentangan dengan doktrin bahwa Al-Qur'an "terjaga persis seperti yang telah diturunkan kepada Nabi; tak ada satupun kata—tidak, tak satupun titik—telah berubah", yang membuat banyak umat Islam meyakini maksudnya bahwa seharusnya hanya ada satu jenis bacaan Al-Qur'an.[16]
Mushaf-mushaf Al-Qur'an yang saat ini umum digunakan hampir seluruh umat Islam di dunia adalah edisi Mesir 1924.[g] Mushaf ini didasarkan pada qiraat Hafṣ dari ‘Asim (Hafṣ adalah rawī; sementara ‘Asim adalah qarī, atau imam qiraah tersebut).[18]
every single student of knowledge knows who studies ulm of Quran that the most difficult topics are ahruf and qira’at and the concept of ahruf and the reality of ahruf and the relationship of …… mushaf and the ahruf and the preservation of ahruf, is it one? is it three? is it seven? and the relationship of the qira’at to the ahruf ...
Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref>
untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/>
yang berkaitan