Artikel ini memberikan informasi dasar tentang topik kesehatan. |
Rabies | |
---|---|
Seorang penderita rabies yang sedang dirawat, 1958 | |
Informasi umum | |
Nama lain | Penyakit anjing gila |
Spesialisasi | Penyakit infeksi |
Tipe | Urban, silvatik |
Penyebab | Virus rabies |
Aspek klinis | |
Gejala dan tanda | Demam, gangguan saraf, kejang, hidrofobia |
Awal muncul | Umumnya 2–3 bulan (pada manusia) dan 6 bulan (pada hewan) setelah virus masuk melalui gigitan dan cakaran hewan penular rabies |
Diagnosis | FAT, IHC, RT-PCR |
Tata laksana | |
Pencegahan | Pemberian vaksin dan imunoglobulin rabies |
Perawatan | Obat penenang, analgesik |
Prognosis | Hampir selalu berakhir dengan kematian jika tanda klinis telah muncul |
Distribusi dan frekuensi | |
Kematian | 59.000 per tahun |
Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit akibat infeksi virus rabies yang menimbulkan radang otak pada mamalia, termasuk manusia. Penyakit ini sangat mematikan dan bersifat zoonotik atau menular dari hewan ke manusia. Penularan terjadi saat partikel virus yang berada dalam air liur hewan terinfeksi—seperti anjing, kucing, monyet, kelelawar, dan rakun—berhasil masuk ke dalam tubuh manusia atau hewan peka lainnya, misalnya melalui gigitan atau cakaran, atau saat air liur tersebut mengenai mata, mulut, hidung, atau kulit yang terluka. Jangka waktu antara paparan virus dan timbulnya gejala biasanya berkisar dari satu hingga tiga bulan, tetapi dapat bervariasi dari kurang dari satu minggu hingga lebih dari satu tahun, tergantung pada jarak yang harus ditempuh virus dari saraf tepi ke saraf pusat. Gejala awal dapat berupa demam dan kesemutan di lokasi paparan. Gejala ini diikuti oleh satu atau beberapa gejala-gejala berikut: mual, muntah, kejang-kejang, eksitasi yang tidak terkendali, ketakutan terhadap air (hidrofobia), ketidakmampuan untuk menggerakkan bagian tubuh, kebingungan, dan kehilangan kesadaran. Begitu virus mencapai otak dan memicu gejala saraf, penderita rabies hampir selalu mengalami kematian, apa pun perawatan dan pengobatannya.
Secara epidemiologis, terdapat dua siklus rabies, yaitu rabies urban yang bersirkulasi di tengah masyarakat dengan hewan domestik sebagai reservoir utama dan rabies silvatik yang bersirkulasi di alam liar dengan satwa liar sebagai reservoir utama. Di negara-negara dengan rabies urban, lebih dari 99% kasus rabies pada manusia disebabkan oleh gigitan anjing. Di Benua Amerika, gigitan kelelawar merupakan sumber infeksi rabies yang paling banyak dilaporkan, sedangkan gigitan anjing berkontribusi pada kurang dari 5% kasus.
Program pengendalian rabies, terutama dengan vaksinasi anjing, telah menurunkan risiko rabies yang bersumber dari anjing di berbagai wilayah di dunia. Imunisasi rabies dianjurkan bagi individu berisiko tinggi, misalnya orang-orang yang pekerjaannya melibatkan anjing dan kelelawar atau orang yang menghabiskan waktu yang lama di wilayah-wilayah dengan kasus rabies yang tinggi. Pada orang yang diduga telah terpapar virus rabies, mencuci luka gigitan dan cakaran selama 15 menit dengan sabun dan air, iodin povidon, atau detergen dapat mengurangi jumlah partikel virus dan mungkin dapat meminimalkan risiko penularan. Pemberian vaksin rabies dan terkadang imunoglobulin rabies dapat mencegah penyakit ini secara efektif jika intervensi tersebut dilakukan sebelum gejala rabies muncul.
Rabies ditemukan di semua benua, kecuali Antarktika. Penyakit ini menyebabkan sekitar 59.000 kematian di seluruh dunia per tahun. Lebih dari 95% kematian tersebut terjadi di Afrika dan Asia dan sekitar 40% kematian terjadi pada anak berusia kurang dari 15 tahun. Sejumlah negara, termasuk Australia dan Jepang, serta sebagian besar Eropa Barat, tidak memiliki kasus rabies urban pada anjing. Banyak pulau-pulau di Samudra Pasifik tidak memiliki kasus rabies sama sekali.