Sejarah Nusantara pada era kerajaan Islam

Kerajaan Islam di Nusantara khususnya Indonesia diperkirakan kejayaannya berlangsung antara abad ke-12 sampai dengan abad ke-13.[1] Berkembangnya kerajaan-kerajaan tersebut salah satunya dikarenakan maraknya lalu lintas perdagangan laut yang terjadi. Pedagang-pedagang Islam dari Arab, India, Persia, Tiongkok, berbaur dengan masyarakat Indonesia yang menyebabkan menyebarnya agama Islam di Indonesia. Kerajaan tersebut tersebar pesat di beberapa daerah di Indonesia yaitu di Sumatra, Jawa, Maluku, dan Sulawesi.[2] Masuknya Islam di Indonesia menandai munculnya era baru dalam berbagai aspek kehidupan yang berkembang di masyarakat. Aturan-aturan hidup yang mulai menjadi bagian yang tidak terpisahkan mulai dipraktekkan atau hmm hmmm diimplemantasikan dalam setiap aspek kehidupan. Aturan-aturan hidup tersebut tidak hanya berkaitan dengan aspek legalitas formal yang bernuansa hukum, melainkan pula nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama Islam yang berkaitan dengan aspek kehidupan ekonomi, budaya, sosial kemasyarakatan bahkan politik yang menjadi bagian dari bagaimana Islam mendekatkan diri pada masyarakat Nusantara.[3]

Awal masuknya Islam ke Indonesia tidak bersamaan, karena ada beberapa daerah yang sejak dini telah dimasuki oleh Islam dan ada belum pernah dimasuki Islam. Sejarawan Islam berpendapat bahwa Islam pertama kali masuk ke Indonesia adalah di daerah pulau Sumatera (sekitar abad ke-7 dan 8 M). Sedangkan, Islam masuk ke Jawa pada waktu dikuburkan Fatimah binti Maimun di Laren (Gresik) sekitar tahun 475 H (1082 M). Kedatangan Islam ke belahan Indonesia bagian Timur ke Maluku juga tidak dapat dipisahkan dari kegiatan perdagangan, yang diperkirakan masuk pada abad ke 14 Masehi. Di Kalimantan, khususnya di daerah Banjarmasin, proses Islamisasi di daerah ini terjadi kira-kira pada 1550 M. Adapun di pulau Sulawesi terutama di bagian selatan telah didatangi pedagang muslim pada abad ke-15 M. Sedangkan sekitar abad ke-12 masyarakat muslim tersebut selanjutnya menumbuhkan kerajaan Islam dan tercatatlah sejumlah kerajaan-kerajaan Islam di nusantara seperti Perlak, Pasai, Aceh Darussalam, Pagaruyung, Kepaksian Sekala Brak, Banten, Demak, Mataram, dan lain sebagainya. Tercatat pula kerajaan Gowa, Tallo, Bone di Sulawesi, Ternate, dan Tidore di Maluku.[4]

Dari berbagai kerajaan Islam yang ada di Indonesia, kerajaan Samudera Pasai adalah kerajaan Islam pertama yang muncul pada abad pertengahan yaitu pada tahun 1267 M, bukti bahwa kerajaan Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam dapat dilihat dari salah satu pendapat petualang muslim asal Maroko yang bernama Abu Abdullah Ibnu Batuthah pada tahun 1304 M–1368 M yang melakukan perjalanan ke Samudera Pasai.[5] Kerajaan Samudera Pasai menjadi salah satu penyebar agama Islam pada abad ke 11-12 yang dapat membuat jumlah penganut agama Islam melampaui jumlah penganut agama Corak Hindu dan Buddha yang sebelumnya merupakan agama yang paling dominan di Jawa, sebagian di Sumatera, serta Bali dan pulau-pulau Timur Indonesia.[6] Kerajaan Samudera Pasai juga menjadi salah satu pusat studi Islam di Indonesia karena adanya campur tangan atau kerja keras dari tokoh atau pemimpin yang ada di kerajaan Samudera Pasai itu sendiri. Tokoh atau pemimpin kerajaan Samudera Pasai yang terkenal dalam penyebaran agama Islam adalah Sultan Malik Al–Shaleh. Sultan Malik Al- Shaleh merupakan putra Gayo, bekas prajurit kesultanan Daya Pasai, pada mulanya ia bernama Meurah Silu dan belum menganut agama Islam. Namun, tidak lama setelah Raja Merah Silu bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, ia kemudian masuk agama Islam dan mengganti namanya.[7]

Sejak akhir abad ke-15 M dan permulaan abad ke-16 M, pusat-pusat perdagangan di pesisir utara, seperti Gresik, Demak, Dermayu, Cirebon, dan Banten telah menunjukkan kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh para wali di Jawa. Kegiatan itu kemudian muncul sebagai kekuatan politik dengan adanya kerajaan Demak sebagai penguasa Islam pertama di Jawa yang berhasil menyerang ibukota Majapahit. Para wali dengan bantuan kerajaan Demak, Pajang, dan Mataram dapat mengembangkan Islam ke seluruh daerah-daerah penting di Jawa, bahkan di luar Jawa, seperti ke Banjarmasin, Hitu, Ternate, Tidore, dan Lombok.[8] Perkembangan Islam secara struktural atau pada level birokrasi diawali dengan masuk Islamnya para raja-raja yang kemudian diikuti oleh rakyatnya. Perpindahan agama para penguasa ini memfasilitasi percepatan perkembangan Islam secara kuantitatif. Bahkan, dengan masuknya Islam dalam kelompok bangsawan dan raja, pada akhirnya mereka akan mendalami dan memahami Islam dalam komunitasnya dan ini awal munculnya sosok sultan yang menjadi ulama.[9]

Pada akhir abad 16 M, tidak terjadi kemunduran dalam hal penyebaran Islam melalui kerajaan-kerajaan. Hal ini tidak membawa pengaruh yang cukup luas pada perubahan Hukum Islam, walaupun tetap menjadi bagian yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Pengaruh tidak ada kemunduran kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia berbanding lurus dengan munculnya V.O.C (Vereenigde Oostindische Compagnie) sebagai perwakilan kolonialisme dengan motif perniagaan (perdagangan). Masa peralihan penguasaan wilayah Indonesia dari kerajaan-kerajaan Islam ke V.O.C dan Kerajaan Belanda, tidak secara langsung mengubah keadaan masyarakat Indonesia dalam mengamalkan aturan-aturan Islam yang telah menyatu dalam ritualitas kehidupan beragama muslim Indonesia. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan sikap penguasa Kolonial tetap mempertahankan lembaga peradilan agama di wilayah Aceh, Jambi, Kalimantan Selatan dan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Gajo, Alas, Tapanuli dan Sumatera Selatan, dan Jawa, walaupun tetap berada di bawah pengadilan negeri.[10]

  1. ^ Yasmin, Puti. "3 Teori Masuknya Islam ke Indonesia Lengkap". detikcom. Diakses tanggal 2020-08-26. 
  2. ^ "7 Kerajaan Islam Tertua di Indonesia | Indonesia Baik". indonesiabaik.id. Diakses tanggal 2020-08-26. 
  3. ^ Alma’arif 2015, hlm. 284.
  4. ^ Susmihara 2018, hlm. 14-15.
  5. ^ Poncowati et al 2017, hlm. 2.
  6. ^ Gunawan 2018, hlm. 15.
  7. ^ Yakin 2015, hlm. 274.
  8. ^ Jannah dan Hadi 2018, hlm. 32.
  9. ^ Nasution 2020, hlm. 42.
  10. ^ Fadhly 2017, hlm. 387-388.

Developed by StudentB