Sejarah Prancis

Sejarah Prancis dimulai pada Zaman Besi. Yang menjadi tanah Prancis saat ini merupakan tanah yang pada zaman itu disebut oleh bangsa Romawi sebagai Galia. Para penyair Romawi mencatat bahwa terdapat tiga kelompok etno-linguistik utama di daerah Galia: kelompok Gaul, kelompok Aquitani, dan kelompok Belgae.[1] Kelompok Gaul merupakan kelompok terbesar yang kemudian bahasa mereka digunakan oleh orang-orang Kelt.

Bangsa Romawi dan Kartago membentuk koloni yang terletak di pantai Mediterania dan pulau-pulau di lepas pantai sekitarnya selama milenium ke-1 sebelum Masehi. Republik Romawi kemudian mengambil daerah Gaul bagian selatan dan menjadikannya provinsi Gallia Narbonensis di akhir abad ke-2 sebelum Masehi. Setelahnya, pasukan Romawi di bawah pimpinan Julius Caesar menaklukkan sisa daerah Gaul dalam Perang Galia yang terjadi tahun 58-51 SM. Setelahnya muncul budaya Gallo-Romawi dan daerah Gaul semakin terintegrasi pada Kekaisaran Romawi.

Di akhir kekuasaan Kekaisaran Romawi, daerah Gaul kemudian diserang dan menjadi tempat migrasi oleh suku Franka Jerman. Raja Clovis I kemudian menyatukan sebagian besar Gaul di bawah kekuasaannya di akhir abad ke-5, yang menyebabkan berakhirnya dominasi kaum Franka di wilayah ini selama ratusan tahun. Kekuasaan Kaum Franka mencapai puncaknya di bawah pimpinan Charlemagne. Kemudian pada abad pertengahan muncul Kekaisaran Carolingian Charlemagne di bagian barat, dan mencapai puncak kejayaannya di bawah peraturan yang dibuat oleh Hugh Capet pada tahun 987.

Setelah kematian Raja Direct Capetian (Prancis:Capétiens directs) pada tahun 1328, terjadi krisis yang menyebabkan serangkaian pertempuran antara Wangsa Valois dan Wangsa Plantagenet. Pertempuran antara dua Wangsa ini disebut pula dengan Perang Seratus Tahun, yang dimulai pada tahun 1337, setelah Phillip VI berusaha untuk menghilangkan Kadipaten Aquitaine dari pemegang warisannya, Edward III dari Inggris. Wangsa Plantagenet menuntut takhta akan kekuasaan Prancis. Meskipun kemudian Wangsa Plantagenet meraih kemenangan di awal, termasuk saat berhasil menangkap John II dari Prancis, keberuntungan berpihak pada Wangsa Valois di akhir pertempuran. Salah satu sosok yang terkenal pada pertempuran ini adalah Jeanne d'Arc, seorang gadis petani yang berani memimpin pasukan Prancis melawan Inggris yang kemudian menjadi tokoh pahlawan nasional Prancis. Pertempuran antara Valois dan Plantagenet berakhir dengan kemenangan di tangan Valois pada tahun 1453.

Kemenangan Prancis pada Perang Seratus tahun berdampak pada penguatan sentimen nasionalisme Prancis yang meningkatkan kekuatan kerajaan Prancis. Selama periode yang disebut sebagai Rezim Ancien, Prancis bertransformasi menjadi kerajaan absolut dengan sistem pemerintahan sentralisasi. Pada abad berikutnya, Prancis mengalami zaman Renaisans dan Reformasi Protestan. Pada puncak Perang Agama Prancis, Prancis kemudian dihadapkan dengan krisis lainnya, saat raja terakhir Valois Henry III bertempur melawan faksi Wangsa Bourbon dan Wangsa Guise. Henry IV dari Prancis, keturunan dari keluarga Bourbon, menang dalam pertempuran tersebut dan kemudian mendirikan dinasti Prancis Bourbon. Kerajaan kolonial yang berkembang mendunia kemudian terbentuk pada abad ke-16. Kekuatan Politik Prancis mencapai puncaknya di bawah pemerintahan Louis XIV dari Prancis yang membangun Istana Versailles.

Di akhir abad ke-18, kerajaan dan institusi terkait yang berkuasa digulingkan oleh Revolusi Prancis. Negara Prancis selama satu periode diperintah dalam bentuk Republik, hingga akhirnya Kekaisaran Pertama Prancis dideklarasikan oleh Napoleon Bonaparte. Prancis kemudian mengalami perubahan rezim setelah kalahnya Napoleon dalam Peperangan era Napoleon, diperintah dalam bentuk kekaisaran, yang diikuti dengan Republik Kedua Prancis, dan terakhir Republik Ketiga Prancis pada tahun 1870.

Prancis merupakan salah satu negara Entente Tiga di Perang Dunia Pertama, bertempur bersama Inggris, Rusia, Italia, Jepang, Amerika Serikat, dan Jerman serta Blok Sentral.

Prancis termasuk dalam salah satu negara yang tergabung dalam Blok Sekutu pada Perang Dunia II, tetapi ditaklukkan oleh Nazi Jerman pada tahun 1940. Republik Ketiga Prancis kemudian kehilangan kekuasaannya, dan sebagian besar daerah di Prancis berada di bawah kontrol Jerman. Kehidupan masyarakat Prancis cukup keras saat itu akibat pasukan pendudukan Jerman yang selain menghabiskan sumber daya makanan dan tenaga kerja, juga membunuh banyak pengikut Yahudi. Charles de Gaulle memimpin pergerakan Pasukan Kemerdekaan Prancis yang satu per satu kemudian mengambil alih kembali daerah kekuasaan Prancis, juga mengkoordinasi gerakan Pemberontak Prancis.

Setelah Prancis terbebas dari pendudukan Jerman pada musim panas 1944, Republik Keempat Prancis berdiri, perlahan-lahan bangkit secara ekonomi dan mengalami peningkatan jumlah kelahiran setelah sebelumnya memiliki tingkat kelahiran yang sangat rendah. Perang dalam waktu lama di Indochina dan Aljazair menghabiskan sumber daya Prancis yang berakhir dengan kekalahan. Setelah terjadinya Krisis Aljazair pada tahun 1958, Charles de Gaulle membentuk Republik Kelima Prancis. Memasuki tahun dekolonisasi1960, semakin banyak daerah yang sebelumnya berada dibawah Imperium Kolonial Prancis yang merdeka, sementara daerah yang lebih kecil dimasukkan ke dalam negara Prancis sebagai Departemen Seberang Laut Prancis dan Jajahan Seberang Laut Prancis. Sejak Perang Dunia II, Prancis telah menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan NATO. Prancis memainkan peran penting dalam persatuan setelah tahun 1945 yang kemudian melahirkan Uni Eropa. Walaupun pertumbuhan ekonomi Prancis beberapa tahun terakhir cukup lambat dan terdapat isu mengenai posisi minoritas Muslim dalam masyarakat Prancis, Prancis merupakan negara dengan faktor ekonomi, budaya, militer, dan politik yang kuat pada abad ke-21.

  1. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama :0

Developed by StudentB