Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposisi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan). Sebagian para ahli logika menyebut silogisme sebagai penyimpulan tidak langsung (immediate inference), karena dalam silogisme menyimpulkan pengetahuan baru yang kebenarannya diambil secara sintesis. Silogisme berasal dari bahasa Yunani, yang berarti kesimpulan. Kesimpulan tersebut bisa dibangun dan ditemukan melalui dua permasalahan yang terdiri dari premis khusus dan premis umum.[1] Silogisme menjadikan cara berpikir sistematis dan jelas, hal ini dikarenakan silogisme memberikan ruang untuk berpikir kritis agar bisa membedakan argumen yang valid atau tidak.[2] Keberadaan sosok seorang filsuf Aristoteles begitu erat hubungannya dengan Silogisme. Beliau berasumsi bahwa terdapat dua bentuk kesimpulan yang logis salah satunya adalah silogisme ini. Filsuf Aristoteles memberikan gambaran silogisme pada pemikiran logika tradisional beliau di mana silogisme diartikan sebagai cara menarik kesimpulan secara deduktif dengan menarik premis umum dan khusus. Secara umum silogisme juga dibagi ke dalam beberapa bagian seperti Silogisme kategorik, silogisme hipotetik, dan silogisme disjungtif.[3] Logika dalam Islam dikenal sebagai ilmu mantiq sebagai kaidah berpikir oleh Aristoteles kemudian mulai berkembang dalam dunia Islam. Sejak kedatangan logika ini menimbulkan banyak tanggapan dari para ulama dan pemikir Islam pada masa itu.Manusia pada hakikatnya berkomunikasi dengan orang lain pastilah muncul kata-kata yang kemudian dirangkai menjadi kalimat. Kalimat tersebut ada yang merupakan kalimat tanya, berita, aktif ataupun pasif dan sebagainya. Semua kalimat tersebut muncul secara sadar disampaikan oleh orang dalam berkomunikasi untuk memperlancar interaksi dengan orang lain.[4]
Silogisme memiliki tiga preposisi yang bagian pertama adalah premis utama yang bergeneralisasi kemudian premis khusus dan yang terakhir adalah kesimpulan.[5]