Artikel ini perlu dikembangkan dari artikel terkait di Wikipedia bahasa Inggris. (Maret 2024)
klik [tampil] untuk melihat petunjuk sebelum menerjemahkan.
|
Soeharto | |
---|---|
Presiden Indonesia ke-2 | |
Masa jabatan 12 Maret 1967 – 21 Mei 1998 (Pejabat Presiden sampai 27 Maret 1968) | |
Wakil Presiden | |
Sekretaris Jenderal Gerakan Non-Blok ke-16 | |
Masa jabatan 7 September 1992 – 20 Oktober 1995 | |
Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ke-5 | |
Masa jabatan 6 Juni 1968 – 28 Maret 1973 | |
Presiden | Dirinya sendiri |
Menteri Pertahanan Keamanan Republik Indonesia ke-13 | |
Masa jabatan 28 Maret 1966 – 28 Maret 1973 | |
Presiden | Soekarno Dirinya sendiri |
Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban ke-1 dan ke-5 | |
Masa jabatan 5 Oktober 1965 – 19 November 1969 | |
Pendahulu Jabatan dibentuk | |
Masa jabatan 2 Maret 1974 – 5 April 1978 | |
Panglima Angkatan Darat ke-7 | |
Masa jabatan 16 Oktober 1965 – 1 Mei 1968 | |
Panglima | Abdul Haris Nasution |
Kepala Badan Intelijen Negara ke-3 | |
Masa jabatan 1965 – 22 Agustus 1966 | |
Presiden | Soekarno |
Ketua Presidium Kabinet Indonesia ke-1 | |
Masa jabatan 25 Juli 1966 – 17 Oktober 1967 | |
Presiden |
|
Pengganti Jabatan dihapuskan | |
Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat ke-1 | |
Masa jabatan 6 Maret 1961 – 2 Desember 1965 | |
Pendahulu Jabatan dibentuk | |
Informasi pribadi | |
Lahir | Soeharto 8 Juni 1921 Kemusuk, Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Hindia Belanda |
Meninggal | 27 Januari 2008 Jakarta, Indonesia | (umur 86)
Makam | Astana Giribangun, Matesih, Karanganyar |
Kebangsaan | Indonesia |
Partai politik | Golkar |
Suami/istri | |
Anak |
|
Orang tua |
|
Alma mater |
|
Profesi | |
Tanda tangan | |
Karier militer | |
Pihak |
|
Dinas/cabang |
|
Masa dinas | 1940–1974 |
Pangkat | Jenderal Besar TNI |
NRP | 10684[2] |
Satuan | Infanteri |
Pertempuran/perang | Perang Kemerdekaan Indonesia |
Sunting kotak info • L • B |
| ||
---|---|---|
Presiden Indonesia
Kebijakan
|
||
Jenderal Besar TNI (Purn.) H. M. Soeharto, (pelafalan dalam bahasa Indonesia: [/suːˈhɑːrtɔ/]; ER, EYD: Suharto; 8 Juni 1921 – 27 Januari 2008) adalah Presiden kedua Indonesia yang menjabat dari tahun 1967 hingga 1998. Secara luas dianggap sebagai diktator militer oleh pengamat internasional, Soeharto memimpin Indonesia sebagai rezim otoriter sejak kejatuhan pendahulunya Soekarno pada tahun 1967 hingga pengunduran dirinya pada tahun 1998 menyusul kerusuhan nasional.[3][4] Kediktatorannya selama 32 tahun dianggap sebagai salah satu kediktatoran paling brutal dan korup di abad ke-20.[5][6]
Sebelum menjadi presiden, Soeharto adalah pemimpin militer pada masa Hindia Belanda dan Kekaisaran Jepang, dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal. Setelah Gerakan 30 September 1965, Soeharto kemudian melakukan operasi penertiban dan pengamanan atas perintah dari Presiden Soekarno, salah satu yang dilakukannya adalah dengan menumpas Gerakan 30 September dan menyatakan bahwa PKI sebagai organisasi terlarang. Berbagai kontroversi menyebut operasi ini menewaskan sekitar 100.000 hingga 2 juta jiwa.[7][8]
Soeharto kemudian diberi mandat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) sebagai Presiden pada 26 Maret 1968[9] menggantikan Soekarno, dan resmi menjadi presiden pada tahun 1968. Ia dipilih kembali oleh MPR pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Pada tahun 1998, masa jabatannya berakhir setelah mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei tahun tersebut, menyusul terjadinya kerusuhan Mei 1998 dan pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa. Ia merupakan orang terlama yang menjabat sebagai presiden Indonesia. Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie.
Soeharto juga merupakan sosok yang kontroversial karena membatasi kebebasan warga negara Indonesia keturunan Tionghoa, menduduki Timor Timur, pemaksaan asas tunggal Pancasila di berbagai bidang, dan disebut sebagai salah satu rezim paling korup dalam sejarah dunia modern. Menurut Transparency International, estimasi kerugian negara adalah sekitar 15–35 miliar dolar Amerika Serikat selama pemerintahannya.[10] Namun, hal ini tidak berhasil dibuktikan, bahkan Majalah Time kalah dalam gugatan [11] dan usaha lain untuk mengadili Soeharto gagal karena kesehatannya yang memburuk. Setelah menderita sakit berkepanjangan, ia meninggal karena kegagalan organ multifungsi di Jakarta pada tanggal 27 Januari 2008.
Latief sendiri mengaku anak buah langsung Soeharto sejak bertugas di Yogyakarta. Nomor Registrasi Pokok (NRP) keduanya berurutan. "NRP saya 10685, sedangkan NRP Pak Harto 10684, jadi saya selalu menempel di belakangnya.
...would topple the dictator Suharto.