Bagian dari seri artikel mengenai |
Syiah |
---|
Portal Islam |
Bagian dari seri bertopik Islam |
Ushul fikih |
---|
Portal Islam • Proyek Artikel Islam |
Taqiyyah (bahasa Arab: تقیة, har. 'takut') adalah sebuah istilah agama Islam yang merujuk kepada seseorang memperlihatkan berbeda dengan apa yang ada dalam hatinya dalam beragama. Tuntunan dari Taqqiyah adalah Al Quran Surat Ali Imran ayat 28.[1]
Praktek tersebut dilakukan dalam Syiah saat para penganutnya diijinkan untuk menyembunyikan agama mereka saat berada di bawah penganiayaan atau tekanan.[2][3] Di atas taqiyah inilah agama Syi'ah tegak berdiri, yaitu ditegakkan atas dasar kebohongan di atas kebohongan. Taqiyah adalah sifat dan syiar agama Syi'ah. Mereka mengatakan, "Taqiyah adalah agama kita."[4] Namun, praktik tersebut juga diperbolehkan dalam Islam Sunni dalam ketentuan tertentu.[5][6]
Taqiyyah awalnya dipraktikkan oleh beberapa Sahabat Nabi.[7] Kemudian, praktik tersebut menjadi penting bagi Syiah karena pengalaman mereka sebagai minoritas keagamaan yang dianiaya.[3][8] Menurut doktrin Syiah, taqiyyah diperbolehkan baik dalam keadaan berbahaya yang mengancam nyawa atau harta benda maupun tidak dalam keadaan bahaya.[3] Taqiyyah juga disahkan secara politik, terutama Syiah Dua Belas Imam, dalam rangka mengutamakan persatuan kaum Muslim dan keselamatan para ulama Syiah.[9][10]
Yarden Mariuma menyatakan: "Taqiyyah adalah sebuah istilah yudisial Islam yang mengalihkan pengartian terkait dimana seorang Muslim diperbolehkan, di bawah hukum Syariah, untuk berbohong. Sebuah konsep yang pengartiannya beragam di antara sekte-sekte, cendekiawan-cendekiawan, negara-negara, dan rezim-rezim politik Islam, selain menjadi salah satu istilah penting yang digunakan oleh para pakar polemik anti-Muslim saat ini."[11]
Precautionary denial of religious belief in the face of potential persecution. Stressed by Shii Muslims, who have been subject to periodic persecution by the Sunni majority.
Religious dissimulation (Taqiyya) [...] while maintaining mental reservation is considered lawful in Shi'ism in situations where there is overwhelming danger of loss of life or property and where no danger to religioun would occur thereby. [...] Living as a minority among a frequently-hostile Sunni majority, the condition of most Shi'is until the rise of the Safavid dynasty, made such a doctrine important to Shi'is