Tiwah | |
---|---|
Jenis | Upacara kematian dalam agama Kaharingan |
Lokasi | Kalimantan Tengah :
Kalimantan Barat :
|
Tahun aktif | Dulu - Sekarang |
Peserta | Umat beragama Kaharingan |
Anggaran | • 50 - 100 juta Rupiah (Tiwah per-satu orang/makam) • 5 - 10 juta Rupiah per-keluarga (Tiwah massal) |
Badan pelindung |
|
Tokoh |
|
Tiwah, atau Tiwah Lale, dikenal juga magah salumpuk liau uluh matei adalah upacara kematian dalam agama Kaharingan yang dilakukan oleh suku Dayak Ngaju dan juga sub-suku Dayak lainnya di Kalimantan yang masih menganut agama Kaharingan, khususnya di Kalimantan Tengah. Upacara Tiwah diberlakukan kepada orang atau anggota keluarga yang telah lama meninggal dan sudah lama dikubur dengan usia makam bisa 7 - 10 tahun lamanya karena yang diperlukan dalam ritual Tiwah adalah tulang-belulang orang yang telah meninggal. Setelah menunggu untuk waktu yang lama, barulah makam-nya bisa digali, kemudian dilakukan berbagai ritual, dan terakhir tulang-belulang tersebut akan diletakkan ke dalam "Sandung" atau "Pambak".
Upacara Tiwah sendiri merupakan upacara sakral terbesar dalam agama Kaharingan, sama halnya dengan upacara Dallok, Miya, Ijambe, Wara, dan Kwangkey. Hal ini dikarenakan upacara Tiwah melibatkan sumber daya yang banyak dan waktu yang cukup lama. Upacara ini dilakukan bertujuan untuk mengantarkan jiwa atau roh manusia yang telah meninggal dunia menuju tempat yang kekal abadi yaitu Lewu Tatau Dia Rumpang Tulang, Rundung Raja Dia Kamalesu Uhate, Lewu Tatau Habaras Bulau, Habusung Hintan, Hakarangan Lamiang atau Lewu Liau yang letaknya di langit ke tujuh.[1] Pada tahun 2014, upacara Tiwah telah dimasukan ke dalam penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.[2]