Tradisi Dhammakaya

Logo dan simbol yang digunakan oleh tradisi Dhammakaya yang menggambarkan posisi dhammakaya ("tubuh Dharma") dan kuil Wat Phra Dhammakaya.

Tradisi Dhammakaya atau Gerakan Dhammakaya (juga disebut Thammakaai[1]), dikenal sebagai Majelis Agama Buddha Mahanikaya Indonesia meskipun tidak mewakili seluruh ordo Mahā Nikāya Thai,[2] adalah sebuah tradisi dalam Buddhisme Thailand yang didirikan oleh Luang Pu Sodh Candasaro pada awal abad ke-20. Tradisi ini dikaitkan dengan beberapa kuil yang merupakan turunan dari Wat Paknam Bhasicharoen di Bangkok.

Patung yang menggambarkan Luang Pu Sodh Candasaro, pendiri utama tradisi Dhammakaya.
Kuil Wat Phra Dhammakaya, kuil utama tradisi ini.

Tradisi ini dibedakan dari tradisi Buddhisme Theravāda di Thailand lainnya melalui ajarannya tentang konsep Dhammakaya dan praktik meditasi Dhammakaya (Vijja Dhammakaya), sebuah metode yang oleh para ahli dikaitkan dengan tradisi Yogavacara (dalam aliran Vajrayana), yang sudah ada sejak sebelum masa reformasi Buddhisme Thailand pada abad ke-19. Tradisi Dhammakaya dikenal karena mengajarkan bahwa ada "Diri Sejati" (atta) yang terhubung dengan Nirwana, yang secara khusus dikritik pada tahun 1990-an sebagai dugaan kontradiksi terhadap ajaran tradisional Buddhisme Theravāda tentang anatta (bukan-Diri).

Para biksu tradisi Dhammakaya bertemu dengan para tentara yang sedang melakukan pemeriksaan di Wat Phra Dhammakaya.

Beberapa ahli Theravāda, seperti Bhante Payutto, para ahli agama, para biksu, dan akademisi Thailand, telah mengkritik pandangan yang dipegang oleh gerakan ini. Di Indonesia, biksu-biksu Theravāda arus utama, seperti Bhikkhu Jotidhammo, Bhikkhu Dhammakaro, dan Bhikkhu Dhammadhiro, juga telah menyatakan bahwa ajaran tradisi ini kontroversial dan menyimpang dari ajaran Theravāda. Saṅgha Theravāda Indonesia juga telah memberikan pernyataan resmi bahwa mereka tidak bekerja sama dengan tradisi ini.

Tradisi Dhammakaya dipandang oleh para pengikutnya sebagai bentuk kebangkitan kembali Buddhisme yang dipelopori oleh Luang Pu Sodh Candasaro. Para sarjana Studi Buddhisme telah menggambarkan aspek-aspek praktiknya sebagai sesuatu yang memiliki karakteristik apologetika agama dan modernisme Buddhis. Ciri-ciri tradisi tersebut meliputi pengajaran meditasi dalam kelompok, pengajaran meditasi secara bersamaan kepada para biksu dan umat awam, dan penekanan pada penahbisan seumur hidup.

  1. ^ Taylor 2016, hlm. 37–9.
  2. ^ RI, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha-Kementerian Agama. "Waisak Mahanikaya Indonesia, Nyoman Jadi Baik Bangun Bangsa | Ditjen Bimas Buddha Kemenag RI". Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha - Kementerian Agama RI. Diakses tanggal 2024-09-16. 

Developed by StudentB