Bagian dari seri tentang |
Utopia |
---|
Mitos dan Religius |
Fiksi utopis |
Teoretis |
Gagasan |
Realitas yang berhubungan dengan utopia |
Transhumanisme adalah gerakan filosofis dan intelektual yang mendukung peningkatan kondisi manusia dengan mengembangkan dan membuat teknologi canggih yang tersedia secara luas untuk dapat memperpanjang umur, memperbaiki suasana hati, dan meningkatkan kemampuan fisik atau kognitif. Transhumanisme juga memprediksi munculnya teknologi tersebut di masa depan.[1][2]
Pemikir transhumanis mempelajari potensi manfaat dan bahaya dari teknologi baru yang dapat mengatasi keterbatasan mendasar manusia serta etika penggunaan teknologi tersebut.[3] Beberapa transhumanis percaya bahwa manusia pada akhirnya mungkin dapat mengubah diri mereka menjadi makhluk dengan kemampuan yang jauh berkembang dari kondisi saat ini, sehingga pantas diberi label makhluk poshuman.[3]
Topik lain dari penelitian transhumanis adalah bagaimana melindungi umat manusia dari risiko eksistensial, seperti perang nuklir atau tumbukan asteroid.[4]
Pengertian modern dari istilah "transhumanisme" dicetuskan oleh salah satu profesor futurologi pertama, Fereidoun M. Esfandiary, yang lebih dikenal dengan nama samaran FM-2030. Pada 1960-an, ia memberi kuliah tentang "konsep baru manusia" saat itu ia menyebut orang-orang yang mengadopsi teknologi, gaya hidup, dan pandangan dunia "transisi" ke arah poshumanitas sebagai seorang "transhuman".[5] Pernyataan tersebut kemudian meletakkan dasar intelektual bagi filsuf Inggris Max More untuk mulai mengartikulasikan prinsip-prinsip transhumanisme sebagai filosofi futuris pada tahun 1990, dan mengorganisir sebuah mazhab pemikiran di California yang telah berkembang menjadi gerakan transhumanis di seluruh dunia.[5][6][7]
Dipengaruhi oleh karya fiksi ilmiah, visi transhumanis tentang masa depan umat manusia yang berubah telah menarik banyak pendukung dan pengkritik dari berbagai perspektif, baik dari kalangan filsuf maupun agamawan.[5]
Pada tahun 2017, Penn State University Press, bekerja sama dengan filsuf Stefan Lorenz Sorgner dan sosiolog James Hughes, mendirikan Journal of Posthuman Studies[8] sebagai jurnal akademik pertama yang secara eksplisit didedikasikan untuk poshuman, dengan tujuan memperjelas pengertian poshumanisme dan transhumanisme, serta mengkaji perbandingan di antara keduanya.