Uji nyala api adalah suatu prosedur analisis yang digunakan dalam ilmu kimia untuk mendeteksi keberadaan unsur tertentu, terutama ion logam, berdasarkan karakteristik spektrum emisi masing-masing unsur. Warna nyala api secara umum juga bergantung pada temperatur; lihat warna nyala.
Uji ini melibatkan introduksi sampel suatu unsur atau senyawa ke dalam nyala api panas, tak berwarna, dan mengamati warna nyala yang dihasilkan. Ide pengujian ini adalah bahwa atom-atom sampel menguap dan karena panas, mereka mengemisikan sinar ketika berada dalam nyala api. Sampel curah juga memancarkan cahaya, tetapi cahayanya tidak baik untuk analisis. Sampel curah memancarkan cahaya terutama karena pergerakan atom-atomnya, sehingga spektrumnya lebar, yang terdiri dari rentang warna yang luas. Atom-atom sampel yang terpisah dalam nyala api dapat mengalami emisi hanya karena transisi elektron antara tingkat energi atom. Transisi tersebut mengemisikan cahaya dengan frekuensi yang sangat spesifik, yang tidak lain merupakan karakteristik unsur kimia itu sendiri. Oleh karena itu, nyala api menjadi berwarna, yang ditentukan terutama oleh sifat-sifat unsur kimia yang dimasukkan ke dalam nyala. Uji nyala api adalah percobaan yang relatif mudah dilakukan, sehingga sering didemonstrasikan atau dilakukan dalam kelas sains di sekolah-sekolah. Untuk keperluan analisis kualitatif anorganik, uji nyala api sering digunakan sebagai uji pendahuluan, dan termasuk uji organoleptik.
Sampel biasanya ditaruh pada seutas kawat platina yang dicuci berulang kali dengan asam klorida untuk menghilangkan sisa analit sebelumnya.[1] Senyawa biasanya dibuat menjadi pasta dengan asam klorida pekat, sebagai halida logam, yang mudah menguap, sehingga memberikan hasil yang lebih baik. Nyala api yang berbeda-beda harus dicoba untuk menghindari kesalahan data akibat nyala api yang "terkontaminasi", atau kadang-kadang untuk memverifikasi akurasi warna. Pada mata pelajaran kimia di sekolah menengah, kadang-kadang digunakan bidai (splint) kayu, karena larutan dapat dikeringkan di atasnya, dan harganya murah. Kadang-kadang juga digunakan kawat nikrom.[1] Penggunaan bidai harus dilakukan secara hati-hati dengan melambaikan bidai melewati nyala api, dan bukannya dengan memegangnya sehingga bidai terpapar nyala api dalam waktu lama. Hal ini untuk menghindari bidai terbakar. Penggunaan kapas pentul[2] (bahasa Inggris: cotton swab (US) atau cotton bud (UK)) atau busa melamin (yang digunakan pada spons penghapus)[3] sebagai penyangga juga telah disarankan.
Natrium adalah komponen atau kontaminan umum dalam banyak senyawa dan spektrumnya cenderung mendominasi warna nyala. Uji nyala api sering dilihat melalui kaca kobalt biru untuk menyaring warna kuning natrium dan memudahkan pengamatan ion logam lainnya.
Uji nyala api adalah praktik yang cepat dan mudah, dan dapat dilakukan dengan peralatan dasar yang dijumpai di sebagian besar laboratorium kimia. Namun, jumlah unsur yang terdeteksi positif pada kondisi ini sangat sedikit, mengingat pengujian ini lebih bergantung pada pengalaman subyektif pelaku percobaan daripada objek percobaan. Uji ini memiliki kesulitan dalam mendeteksi beberapa unsur dalam jumlah kecil, sementara jika terlalu besar juga cenderung memudarkan warna nyala hingga tidak muncul sama sekali.
Meskipun uji nyala api hanya memberikan informasi kualitatif, bukan data kuantitatif tentang proporsi unsur dalam sampel, data kuantitatif dapat diperoleh menggunakan teknik terkait yaitu fotometri nyala atau spektroskopi emisi nyala. Instrumen spektroskopi serapan atom nyala api, yang dibuat oleh misalnya Perkin Elmer atau Shimadzu, dapat dioperasikan pada moda emisi menurut panduan peralatan.[4]