Yang di-Pertua Negeri (secara harfiah berarti Kepala Negara Bagian; Jawi: يڠ دڤرتوا نݢري) adalah gelar resmi gubernur seremonial di negara bagian Malaysia yang tidak mempunyai penguasa monarki, yaitu Pulau Pinang, Melaka, Sabah, dan Sarawak. Yang di-Pertua Negeri ditunjuk oleh Yang di-Pertuan Agong dengan masa jabatan empat tahun yang dapat dipilih kembali. Dalam pemilihan Yang di-Pertua Negeri, Yang di-Pertuan Agong harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan Ketua Menteri dari negara bagian yang terkait.[1] Seorang Yang di-Pertua Negeri akan mendapatkan gelar Tuan Yang Terutama atau biasa disingkat T.Y.T.
Seorang Yang di-Pertua Negeri berfungsi sebagai kepala negara bagian dalam sistem demokrasi parlementer. Perannya dalam membuat kebijakan di antaranya menunjuk kepala pemerintahan negara bagian, yaitu Ketua Menteri (biasanya pemimpin partai mayoritas di Dewan Undangan Negeri), serta menahan usulan pembubaran Dewan Undangan Negeri. Pada hal yang lain, seorang Yang di-Pertua Negeri harus bertindak atas saran Ketua Menteri, contohnya dalam menunjuk anggota Dewan Eksekutif,[a] memberikan tanda kehormatan negara bagian, dan memberikan pengampunan (amnesti) di negara bagiannya (kecuali dalam hal sanksi hukum pengadilan militer dan syariah, yang diberikan oleh Yang di-Pertuan Agong).
Ada dua perbedaan utama dari peran konstitusional sembilan penguasa herediter Melayu dengan empat Yang di-Pertua Negeri. Meskipun Yang di-Pertua Negeri adalah anggota Majelis Raja-Raja, mereka tidak dapat mengikuti pemilihan Yang di-Pertuan Agong, diskusi yang berkaitan dengan hak khusus penguasa Melayu, serta hal-hal yang berkaitan dengan ketaatan beragama Islam. Sebagai tambahan, Yang di-Pertua Negeri bukanlah kepala agama Islam di negara bagiannya; peran tersebut dijalankan oleh Yang di-Pertuan Agong.
Sebelum 1976, kepala negara bagian Pulau Pinang, Melaka, dan Sarawak bergelar "Governor" dalam bahasa Inggris dan "Yang di-Pertua Negeri" dalam bahasa Melayu; sementara kepala negara bagian Sabah bergelar "Yang di-Pertua Negara" dalam bahasa Inggris maupun bahasa Melayu. Singapura juga memiliki Yang di-Pertuan Negara ketika memiliki pemerintahan sendiri di bawah kedaulatan Inggris pada tahun 1959. Gelar ini tetap digunakan Singapura ketika menjadi bagian dari Singapura di antara tahun 1963 hingga 1965. Setelah pengeluaran Singapura dari Malaysia dan merdeka menjadi republik independen, Singapura memakai gelar Presiden untuk kepala negaranya. Sejak 1976, semua kepala negara bagian Pulau Pinang, Melaka, Sabah, dan Sarawak bergelar Yang di-Pertua Negeri dalam penyebutan bahasa Inggris maupun bahasa Melayunya.
Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref>
untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/>
yang berkaitan