Kemasinan, kebergaraman atau kesalinusan (juga salinitas[2] atau saliniti[3]) ialah kandungan garam terlarut dalam air atau di dalam tanih. Kemasinan merupakan faktor yang penting dalam kajian aspek kimia sumber air semula jadi dan proses biologi dalamnya serta fungsi keadaan termodinamik yang turut meliputi suhu dan tekanan yang mengawal ciri-ciri fizikalnya iaitu kepadatan dan muatan haba air.
Garisan kontur yang menunjukkan kemasinan malar dipanggil sebagai isohalíne atau isohale.
Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air semulajadi sangat kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam sebenarnya pada air ini secara definisinya kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline bila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih dari 5%, ia disebut brine.
Air laut secara alami merupakan air saline dengan kandungan garam sekitar 3,5%. Beberapa tasik garam di daratan dan beberapa lautan memiliki kadar garam lebih tinggi dari air laut umumnya. Sebagai contoh, Laut Mati memiliki kadar garam sekitar 30%.[4]
Istilah teknik untuk kemasinan lautan adalah halinitas, atas pemahaman bahawa halida-halida (terutama klorida) adalah anion yang paling banyak dari elemen-elemen terlarut. Dalam oseanografi, halinitas biasa dinyatakan bukan dalam peratus tetapi dalam “bahagian perseribu” (parts per thousand , ppt) atau permil (‰), kira-kira sama dengan jumlah gram garam untuk setiap satu liter larutan. Sebelum tahun 1978, measinanatau halinitas dinyatakan sebagai ‰ dengan didasarkan pada insbah kekonduktifan elektrik sampel terhadap "Copenhagen water", air laut buatan yang digunakan sebagai air laut piawai dunia.[5] Pada 1978, oseanografer mentakrifkan semula kemasinan dalam Practical Salinity Units (psu, Unit Salinitas Praktis): rasio konduktivitas sampel air laut terhadap larutan KCL standar.[6][7] Nisbah ini tidak memiliki unit, sehingga tidak bisa dinyatakan bahwa 35 psu sama dengan 35 gram garam per liter larutan.[8]